Hidayatullah.com–Seorang hakim senior mengundurkan diri dari salah satu pengadilan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Den Haag, setelah tidak terima dengan interferensi pemerintah Amerika Serikat dan Turki.
Christoph Flügge, hakim asal Jerman, mengklaim Amerika mengancam para hakim menyusul dilakukannya penyelidikan atas tindak-tanduk tentara AS yang ditugaskan di Afghanistan.
Sementara Turki sebelumnya membuat tuduhan “tidak berdasar” untuk mengakhiri jabatan seorang hakim Turki di salah satu pengadilan PBB, yang dikenal sebagai International Residual Mechanism for Criminal Tribunals, secara diam-diam dengan sepengetahuan PBB.
Aydin Sefa Akay dicopot dari kursi hakim pengadilan PBB itu setelah dia ditangkap aparat Turki dengan tuduhan memiliki tautan dengan Fethullah Gulen, tokoh Muslim Turki yang mengasingkan diri di AS dan dicap teroris oleh rezim Erdogan serta dituduh sebagai dalang percobaan kudeta.
“Turki memberlakukan vetonya terhadap hakim Akay,” kata Flügge seperti dilansir The Guardian Senin (28/1/2019). “Kami, hakim-hakim lainnya, langsung mengajukan protes. Namun, meskipun demikian masa baktinya tidak diperpanjang oleh sekretaris jenderal PBB. Dan begitulah, dia pergi.”
Flügge, yang menjadi hakim tetap di International Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) sejak 2008, mengatakan kepada koran Jerman Die Zeit dirinya berkesimpulan bahwa di masa kemunculan “dunia diplomatik” seperti sekarang ini dia melihat kehakiman yang independen tidak ada artinya.
Dia memperingatkan bahwa sikap tutup mata PBB terhadap intervensi yang dilakukan Turki merupakan hal mengkhawatirkan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Orang akan berkata: ‘Kalian membiarkan Turki melakukan hal itu.’ Ini adalah dosa asli (yang pertama dilakukan). Dan itu tidak dapat diperbaiki,” kata Flügge mewanti-wanti akan ada negara lain mengikuti jejak Turki mengintervensi mahkamah internasional.
Flügge juga mengkritik pemerintah AS yang bersikap buruk terhadap lembaga peradilan PBB.
“John Bolton, penasihat presiden AS bidang keamanan nasional, berpidato bulan september tahun lalu di mana dia mengharapkan kematian pengadilan kejahatan internasional,” kata Flügge.
“Penasihat keamanan Amerika itu menggelar pidatonya pada saat Den Haag berencana melakukan penyelidikan awal atas prajurit-prajurit AS yang dituduh menyiksa orang-orang di Afghanistan. Ancaman Amerika terhadap para hakim internasional itu jelas menunjukkan iklim politik baru. Sangat mengejutkan, saya tidak pernah mendengar ancaman seperti itu,”imbuh Flügge.
“Hal itu sejalan dengan slogan baru Amerika: ‘Kami nomor 1 dan kami berdiri di atas hukum (baca: berada di atas hukum),” pungkas hakim asal Jerman itu.*