Hidayatullah.com–Di hari Ahad pagi yang cerah sebuah perhelatan doa bersama khidmat bergema melalui sinagog kecil di Lamberet, lingkungan yang berdekatan dengan kedutaan ‘Israel’ di ibukota Ethiopia, Addis Ababa.
“Tuhan, sertai kami, tuntun kami ke Tanah yang Dijanjikan,” kata rabbi, dengan tangan terentang ke langit di depan jemaat.
Para perempuan muda dan tua menggenakan pakaian tradisional Ethiopia berwarna putih dan laki-laki menggenakan selendang dan topi ibadah Yahudi dengan lantang meneriakkan: “Amin!”
Andualem Wugu, pemimpin komunitas Yahudi Ethiopia di Addis Ababa mengatakan pada Anadolu Agency bahwa anggota komunitasnya telah secara rutin berdoa memohon bantuan Tuhan untuk berimigrasi ke ‘Israel’ selama 2 dekade terakhir.
“Dalam kepercayaan kami, semakin kita memohon bantuan Tuhan semakin Dia mendengar dan menjawab” katanya, menambahkan: “Kami yakin, Tuhan tidak akan berdiam diri sementara Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu yang rasis membuat kami mendekam di sini.”
Sebuah masyarakat kuno
Dari semua penampilannya, laki-laki dan perempuan yang menghadiri ibadah itu adalah rakyat Ethiopia biasa. Penampilan fisik mereka, pakaian, cara salam, etiket dan bahasa yang mereka gunakan, Amharik, tidak memperlihatkan keyakinan mereka. Mereka bahkan tidak berbicara bahasa Ibrani.
Wugu mengatakan ini adalah hasil alami dari sejarah Yahudi Ethiopia terbentang dua milenium hingga saat ini, yang telah tinggal di wilayah Gander, Wollo, dan Tigray di bagian utara negara tersebut.
Wugu menekankan bahwa meskipun kesamaan itu, komunitas Yahudi mereka mempunyai budaya, agama, dan negara mereka sendiri.
“Agama kami adalah Yudaisme, dan negara kami adalah Zion, ‘Israel’,” katanya.
Mengisahkan berbagai teori tentang asal usul kelompoknya, Wugu mengatakan secara luas diyakini itu berasal dari orang-orang Yahudi yang tinggal di Kerajaan Levantin kuno Yehuda dan dipaksa untuk mundur ke Mesir pasca penaklukan Babilonia di Jerusalem (Baitul Maqdis) yang mengakibatkan kehancuran Kuil Pertama pada tahun 586 SM.
“Dari Mesir, nenek moyang kami mengikuti sungai Nil dan mencapai Ethiopia utara,” tambah Wugu.
Selama perjalanan sejarah, Wugu mengklaim bahwa Yahudi Ethiopia mengalami asimilasi paksa, persekusi, dan marjinalisasi secara berturut-turut di bawah pemerintahan Ethiopia.
“Misalnya, para pengikut Gereja Ortodox Ethiopia telah melabeli kami sebagai pembunuh Kristus yang tidak bermoral, dukun dan orang asing,” tambahnya.
Anggota komunitasnya baru dapat hak yang setara untuk mempraktikkan agama mereka pada tahun 1991, Wugu mencatat.
Pengucilan dan rasisme
Selama tiga dekade terakhir, pemerintah ‘Israel’ berturut-turut memperbolehkan Yahudi menetap di ‘Israel’ dengan persetujuan rekan pemerintah Ethiopia mereka dan melalui operasi rahasia oleh dinas keamanan ‘Israel’ yang mengangkut ribuan Yahudi Ethiopia dari Ethiopia Utara dan kamp-kamp pengungsi di Sudan.
Sekitar 135.000 Yahudi Ethiopia saat ini tinggal di ‘Israel’, sementara 8.000 di Addis Ababa dan Gander menunggu perizinan dari Tel Aviv untuk berangkat.
Selama 20 tahun terakhir, beberapa telah dibawa ke ‘Israel’ setelah proses penyaringan yang panjang, seringkali terganggu oleh pembekuan panjang, kata Melese Sidisto, yang mengepalai komunitas Yahudi Ethiopia.
“Kami terpisah dari keluarga kami, dan sengaja dibuat hidup dalam keputusasaan dan kemiskinan,” katanya, menegaskan bahwa otoritas ‘Israel’ tidak mau “menyerap dan merangkul orang Yahudi berkulit hitam.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Zionis ‘Israel’ pada tahun 2015 telah memutuskan untuk mengizinkan sekitar 8.000 Yahudi Ethiopia yang tersisa yang diklasifikasikan sebagai Falash Mura untuk bermigrasi ke ‘Israel’. Meskipun begitu, menurut kode hukum keagamaan ‘Israel’, Falash Mura adalah keturunan Yahudi Ethiopia yang masuk agama Kristen. Jadi, ‘Israel’ tidak mengakui mereka sebagai Yahudi.
Segera setelah keputusan pada tahun 2015 itu, Wugu mengatakan seluruh proses telah ditunda karena kekurangan dana.
Dia mengatakan Netanyahu telah membuat janji-janji palsu kepada Yahudi Ethiopia selama bertahun-tahun, sambil menarik orang Yahudi dari Eropa untuk bermigrasi ke ‘Israel’.
“Kami memiliki saudara laki-laki, perempuan yang terbukti Yahudi dan tinggal di ‘Israel’. Bagaimana mungkin kami tidak Yahudi?” seru Wugu, berargumen bahwa ini mewakili kebijakan pengucilan disengaja Yahudi Ethiopia.
“Ini adalah rasisme dan Netanyahu adalah seorang rasis,” tambahnya.*/Nashirul Haq AR