Hidayatullah.com—Malaysia hari Rabu (17/4/2019) mulai melakukan penyelidikan publik terhadap temuan kuburan massal dan kamp penyelundupan manusia di hutan dekat perbatasan dengan Thailand, yang menyulut ketegangan antara Kuala Lumpur dan Bangkok tahun 2015, serta munculnya tuduhan-tuduhan obstruksi terhadap proses hukum.
Hutan lebat di daerah selatan Thailand yang berbatasan dengan Malaysia sejak lama menjadi tempat persinggahan para penyelundup yang membawa orang-orang ke kawasan Asia Tenggara dengan perahu dari Myanmar, kebanyakan Muslim Rohingya.
Bulan Januari, pemerintah Malaysia mengatakan akan membentuk sebuah panel guna menyelidiki sejumlah klaim yang mengatakan pihak berwenang melakukan kesalahan dalam investigasi temuan 139 kuburan massal dan lebih dari 12 kamp yang diduga didirikan oleh kelompok penyelundup manusia.
Tiga anggota unit kepolisian infantri hutan pertama kali menemukan kamp tersebut pada Januari 2015, saat berpatroli di kawasan hutan lebat wilayah Malaysia dekat perbatasan Thailand.
Mereka mendapati sejumlah tenda dan struktur bangunan kayu yang sebagian berlantai dua, kata salah satu petugas bernama Mat Ten.
“Rumah-rumah sementara itu dikelilingi kawat berduri dan ada tiga orang yang tinggal di sana,” kata Mat Ten kepada panel seperti dilansir Reuters.
Testimoni ketiga petugas kepolisian hutan itu mengkonfirmasi sejumlah laporan media dan kelompok-kelompok peduli HAM yang mengatakan bahwa pihak berwenang sudah mengetahui perihal kamp-kamp tersebut empat bulan sebelum mengumumkannya kepada publik pada bulan Mei 2015.
Dalam sebuah laporan bulan lalu, Malaysian Human Rights Commission dan kelompok peduli HAM Fortify Rights mengatakan pihak berwenang menghancurkan salah satu kamp sehari setelah ditemukan, sehingga menghilangkan bukti yang dapat membantu penyelidikan polisi.
Komisi HAM itu dibentuk oleh parlemen Malaysia, tetapi pemerintah tidak terikat dengan hasil-hasil temuannya.
Mat Ten mengatakan dia kembali bersama satu tim terdiri dari 10 personel kepolisian untuk meninjau lokasi kamp yang ditemukannya. Namun, rombongannya itu dikacaukan oleh seorang wanita –yang sepertinya berperan sebagai pengawas kamp– yang memberitahukan kedatangan petugas sehingga penghuni kamp berhamburan melarikan diri.
Enam orang Rohingya dan migran Bangladesh yang tertinggal akhirnya ditahan pertugas dan diserahkan ke pihak imigrasi, kata Mohamad Mossadique Azni, ketua tim petugas yang mendatangi kamp tersebut.
Temuan kamp serupa serta sejumlah kuburan massal di sisi wilayah Thailand menyulut krisis antara kedua negara pada 2015.
Tindakan Thailand yang mengobrak-abrik kamp di hutan tersebut mengakibatkan ribuan orang terkatung-katung di perahu-perahu migran di Teluk Bengal dan Laut Andaman.*