Hidayatullah.com—Pasca pencaplokan dan penjabutan otonomis Khusus di Kashmir oleh India, hotel-hotel, rumah-rumah, gedung swasta dan kantor pemerintah diubah menjadi sebuah penjara sementara di Kashmir, lembah di pegunungan Himalaya ini berubah menjadi penjara besar-besaran dimana 400 politisi, pembantu dan pemimpin separatis ikut ditahan.
Penahanan diklaim India sebagai usaha untuk memadamkan aksi protes di Kashmir akibat pencabutan status khusus wilayah itu, menurut seorang perwira polisi, pemimpin lokal dan media pada Kamis (8/8) dikutip Indiatoday.
Penangkapan ini merupakan salah satu aksi penumpasan terbesar yang pernah dilakukan India selama bertahun-tahun.
Sesuai perintah pemerintah, hotel dan wisma seperti Centaur, Hari Niwas, wisma tamu hutan, gedung protokol untuk pejabat pemerintah, dan bangunan pribadi serta tempat tinggalnya dibuat menjadi penjara tambahan. Mantan Kepala Menteri Omar Abdullah dan Mehbooba Mufti ditempatkan di pondok-pondok terpisah di Hari Niwas.
Setiap pemimpin Kashmir ditangkap, kecuali Dr. Farooq Abdullah dan pemimpin separatis 91 tahun, Syed Ali Shah Geelani.
Pemimpin Konferensi Nasional mengklaim bahwa ia dalam tahanan rumah bahkan ketika pemerintah menyangkal hal itu.
Farooq Abdullah, adalah anggota parlemen Lok Sabha dari Srinagar, berbicara kepada media dari belakang gerbang kediamannya mengatakan bahwa ia dilarang memberikan suaranya untuk menentang pencabutan Pasal 370 atas kehendaknya.
Mantan petugas keamanan pribadi J&K CM Shafqat Khan, yang berdiri di luar rumah, mengatakan bahwa Farooq Abdullah telah dibatasi di kediamannya di Gupkar dan bahkan ia tidak bisa mendapatkan akses.
“Langkah pemerintah Modi sepenuhnya tidak konstitusional,” kata Farooq Abdullah
Mulai hari Ahad, militer India telah mematikan jaringan seluler, internet dan melarang pertemuan publik di kota terbesar Srinagar setelah mencabut hak mayoritas wilayah Muslim untuk membuat undang-undang sendiri dan mencabut larangan yang sudah berlangsung puluhan tahun terhadap orang asing untuk membeli properti di wilayah itu.
Penguasa yang dipimpin nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi, yang telah lama berkampanye untuk mengakhiri status khusus Kashmir, berharap langkah besar tersebut akan memperkuat cengkeramannya atas wilayah itu, tempat pemberontakan bersenjata berkecamuk sejak 1989.
Langkah itu juga meningkatkan ketegangan dengan Pakistan, yang mengklaim Kashmir sebagai bagian dari wilayahnya dan telah berjanji untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Kashmir.
Pakistan hari Rabu telah mengusir duta besar India dan menangguhkan perdagangan bilateral dengan negara tetangganya itu.
Ribuan polisi paramiliter telah dikerahkan di Srinagar, sekolah-sekolah ditutup sementara sejumlah jalan serta daerah permukiman dibarikade.
Meski demikian, protes secara sporadis tetap saja terjadi, kata dua polisi yang tidak bersedia namanya diungkapkan karena keadaan yang sensitif.
Salah satu dari polisi tersebut mengatakan bahwa telah terjadi pelemparan batu di setidaknya 30 tempat di Srinagar sejak Selasa (6/8) malam. Akibatnya, sebanyak 13 orang dirawat di rumah sakit pemerintah akibat cedera.
Pada Rabu malam, markas lama Srinagar dikunci dan polisi antihuru-hara ditempatkan di titik-titik setiap beberapa meter. Pos pemeriksaan kawat berduri dipasang di setiap beberapa ratus meter.
Di dekat Masjid Jama, yang lama menjadi pusat protes di Srinagar, terjadi lemparan batu di setidaknya tiga lokasi.
Seorang saksi mengatakan bahwa ada juga pelemparan batu di daerah Bemina di barat laut Srinagar. Di daerah itu, beberapa jalan terhalang oleh tiang dan batu besar.
“Banyak orang yang marah,” kata salah satu petugas polisi dikutip Reuters.
Warga Kashmir menilai keputusan Modi menarik status khusus sebagai pelanggaran dan akan menyebabkan wilayah mereka dibanjiri orang-orang dari seluruh India, yang akhirnya bisa mengubah demografi wilayah tersebut.*