Hidayatullah.com–Pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam menggunakan undang-undang darurat era penjajahan guna meredam demonstrasi yang semakin brutal dengan melarang pengunjuk rasa mengenakan masker penutup wajah.
Keputusan itu diumumkan hari Jumat (4/10/2019), setelah aksi kekerasan semakin marak menyusul perayaan ke-70 tahun negara komunis China.
Carrie Lam mengatakan bahwa kekerasan telah “menghancurkan kota” dan pihak berwenang tidak dapat membiarkannya semakin memburuk, lansir BBC.
Namun, para pengamat menilai keputusan itu akan sulit ditegakkan dan akan sangat kontroversial.
Menteri Keamanan Hong Kong John Lee mengatakan larangan penggunaan penutup wajah akan diterapkan dalam aksi-aksi massa yang berizin maupun tidak berizin, termasuk kerumuman yang dinyatakan terlarang serta ketika terjadi kerusuhan.
Penutup muka yang terlarang mencakup semua jenis yang dapat menutupi penampakan wajah seseorang, termasuk cat wajah.
Pengecualian berlaku bagi orang yang mengenakan masker dengan alasan kesehatan, atau harus dipakai karena profesi mereka.
UU yang dipakai Lam adalah Emergency Regulations Ordinance (ERO) buatan tahun 1922 dan sudah tidak pernah dipakai lebih dari 50 tahun.
UU itu memungkinkan pimpinan eksekutif Hong Kong mempersingkat proses legislasi normal, yang mana biasanya sebuah rancangan undang-undang harus lebih dulu melewati parlemen Hong Kong, Dewan Legislatif.
ERO terakhir digunakan pada tahun 1967 untuk membantu menghentikan kerusuhan di wilayah otonom pusat bisnis dan keuangan global tersebut.
Larangan penggunaan masker itu diumumkan setelah pada hari Selasa (3/10/2019) seorang anggota polisi melepaskan tembakan peluru tajam dari jarak dekat ke arah sejumlah demonstran berpenutup wajah, yang menyerangnya dengan menggunkan tongkat besi. Seorang demonstran laki-laki berusia 18 tahun terluka akibat tembakan itu.
Pihak berwenang mengatakan korban sudah dalam kondisi stabil setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit.*