Hidayatullah.com-Pengadilan Tinggi Uni Eropa (ECJ) pada hari Rabu memerintahkan negara-negara anggota Uni Eropa (UE) untuk memberi label produk makanan dari permukiman Yahudi di Israel, jika produk dijual ke negara-negara Uni Eropa.
Mahkamah yang berkantor di Luksemburg itu mengatakan produk-produk yang dibuat di permukiman Israel wilayah Palestina, tidak bisa hanya diberi label ‘’buatan Israel’’ karena ‘’negara Israel hadir di wilayah tersebut sebagai kekuatan pendudukan (penjajahan) dan bukan sebagai entitas berdaulat.’’
Buah-buahan, sayuran, dan tanaman merambat adalah di antara banyak bahan makanan yang tumbuh di Lembah Jordan yang subur, yang berada di atas akuifer besar di wilayah yang tidak dikenal memiliki sumber daya air yang melimpah. Sebagian besar wilayah tersebut ditempati oleh militer Israel dan melekat pada pemukiman yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
Putusan hari Selasa di Pengadilan Eropa (ECJ) menegaskan kembali rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa pada tahun 2015, yang mengatakan bahwa produk bahan makanan tidak dapat dicap sebagai “Buatan Israel” jika dibuat di luar perbatasan 1967 Israel, di wilayah pendudukan Palestina.
“Di mana asal atau asal diindikasikan pada bahan makanan, itu tidak boleh menipu,” kata pengadilan dalam pendapatnya yang dikeluarkan pada hari Selasa dikutip Al Jazeera.
Untuk membantu pengecer memahami rekomendasi 2015, Prancis pada 2016 menghasilkan pedoman untuk menunjukkan cara memberi label barang yang sesuai. Itulah fokus tantangan yang dibawa ke hadapan ECJ di Luksemburg oleh Psagot, sebuah perusahaan yang mengelola kebun anggur di wilayah Palestina yang diduduki, dan Organisasi Juive Europeene (Organisasi Yahudi Eropa).
Para penantang mengatakan memberi label asal-usul bahan makanan secara akurat, dan sesuai dengan pedoman UE, akan memfasilitasi boikot ekonomi Israel, yang mereka anggap sebagai anti-Semit.
Pengadilan Prancis pada 2018 mengabulkan permintaan Psagot untuk tidak menegakkan arahan Komisi atas botol anggurnya, tetapi juga meminta ECJ untuk meninjau kembali keputusan tersebut.
Pelabelan yang jelas dinilai “dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen,’’ sebagian di antaranya mungkin memilih tidak membeli produk karena ‘’pertimbangan etis dan hal-hal yang berkaitan dengan ketaatan pada hukum internasional.’’
Uni Eropa merupakan salah satu penentang keras permukiman ilegal Yahudi di Israel, dan menyebut hal itu menyalahi hukum internasional.
Israel dengan cepat menolak putusan pengadilan itu, dengan mengatakan hal itu menggambarkan ‘’standar ganda Uni Eropa terhadap Israel.’’
“Ada sekitar 200 perselisihan wilayah di seluruh dunia, namun ECJ belum memberikan putusan tunggal (has not rendered a single ruling) terkait pelabelan produk-produk yang berasal dari wilayah-wilayah ini,” ujar Kementerian Luar Negeri Israel dikutip Voice of America.
Sementara itu, keputusan itu disambut gembira kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Direktur Uni Eropa Untuk Pemantauan HAM, Lotte Leicht, mengatakan putusan ini “merupakan langkah penting bagi negara-negara anggota Uni Eropa untuk menegakkan tugas mereka supaya tidak ikut serta dalam fiksi bahwa permukiman ilegal itu merupakan bagian dari Israel. Konsumen Eropa berhak yakin bahwa produk yang mereka beli tidak terkait dengan pelanggaran serius aturan hukum kemanusiaan internasional,” katanya.*