Hidayatullah.com–Iran menembakkan lebih dari selusin rudal ke pasukan AS dan pasukan koalisi di Iraq hari Selasa, yang disebutnya sebagai pembalasan nyata atas serangan pesawat tak berawak AS. hari Jumat sebelumnya yang menewaskan salah satu jenderal paling kuat di Teheran, Qasem Soleimani.
Seorang pejabat AS mengatakan kepada CNN bahwa tidak ada laporan awal tentang korban pihak AS, tetapi penilaian dampak serangan sedang berlangsung. Ada korban di antara warga Iraq di pangkalan udara Ain al-Asad setelah serangan itu, kata sumber keamanan Iraq kepada CNN. Jumlah korban dan apakah orang-orang itu terbunuh atau terluka tidak segera jelas.
Gedung Putih sedang membuat rencana yang memungkinkan Presiden Donald Trump menanggapi dalam sebuah pernyataa, menurut dua pejabat itu.
Serangan pihak ini terjadi beberapa hari setelah AS membunuh Letnah Jenderal Qasem Soleimani dalam serangan udara di ibu kota Iraq, Baghdad. Teheran telah bersumpah untuk pembalasan atas pembunuhan itu, yang dikatakannya adalah “tindakan perang” dan “terorisme negara.”
Dalam sebuah pernyataan, Korps Garda Revolusi Islam Isan, sayap elit militer Iran yang juga dikenal sebagai IRGC, mengatakan serangan itu “pembalasan keras” atas kematian Soleimani. IRGC mengatakan dalam pernyataannya bahwa negara mana pun yang memiliki pasukan AS dapat menjadi sasaran “tindakan bermusuhan dan agresif” dan meminta warga Amerika untuk menuntut pemerintah mengeluarkan pasukan AS dari wilayah tersebut.
“Kepada Setan Besar (AS) kami memperingatkan bahwa jika Anda mengulangi kejahatan Anda atau melakukan gerakan tambahan atau melakukan agresi tambahan, kami akan merespons dengan tanggapan yang lebih menyakitkan dan menghancurkan,” kata pernyataan itu kepada AS.
Iran mengatakan, penembakan itu “hanyalah permulaan dari serangkaian serangan pembalasan tanpa batas waktu kapan berakhir,” kata pernyataan resmi IRGC.
“Kami memperingatkan semua negara sekutu AS bahwa jika serangan dilancarkan dari pangkalan di negara mereka di Iran, mereka akan menjadi sasaran pembalasan militer,” tambahnya.
Video pertama dari pembalasan Iran pada AS dengan rudal terhadap kamp militer AS di Irak. pic.twitter.com/ZHGqq0X4vU
— Ali Pahlevani Rad (@alipahlevanirad) January 8, 2020
Gelombang kedua serangan rudal terhadap pasukan Amerika di Iraq telah dimulai, Kantor Berita Iran mengumumkan.
Kantor berita Iran Fars menyebut penembakan rudal di pangkalan udara Ain al-Asad sebagai “balasan keras” kepada AS.
“Kami memperingatkan semua sekutu Amerika, yang memberikan pangkalan mereka kepada tentara terorisnya, bahwa setiap wilayah yang merupakan titik awal tindakan agresif terhadap Iran akan menjadi sasaran,” kata pernyataan IRGC. Pernyataan itu juga mengancam Israel, sekutu terdekat Amerika di kawasan itu.
Presiden Donald Trump diberitahu tentang serangan itu, kata Gedung Putih.
“Presiden telah diberi pengarahan dan sedang memantau situasi dengan cermat dan berkonsultasi dengan tim keamanan nasionalnya,” kata juru bicara pers Gedung Putih Stephanie Grisham.
Anggota parlemen di Capitol Hill menyatakan khawatir tentang perkembangan tersebut.
Senator Richard Blumenthal Selasa malam muncul dari briefing rahasia dari pejabat Departemen Keamanan Dalam Negeri tentang ancaman yang ditimbulkan oleh Iran. Kekhawatiran harus dipublikasikan, katanya.
“Saya menemukan itu cukup serius,” kata politisi Demokrat dari Connecticut dikutip AP.
Ketua DPR Nancy Pelosi berkumpul dengan anggota Demokrat tengah membahas proses pemakzulan Trump dan agenda DPR Selasa malam ketika seorang anggota staf membawa catatan, menginformasikan adanya serangan.
Pangkalan Militer Ain Assad
Pangkalan udara Ain Assad terletak di Iraq barat dan digunakan oleh pasukan Amerika setelah invasi pimpinan Amerika Serikat tahun 2003 yang menjatuhkan Presiden Saddam Hussein. Pankalan ini menampung sekitar 1.500 pasukan AS dan pasukan koalisi.
Basis Irbil, yang menurut Pentagon disebut tempat serangan lainnya, terletak di wilayah Kuria semi-otonom Iraq.
Pangkalan udara Ain Assad berada di provinsi Anbar barat Iraq. Ini pertama kali digunakan oleh pasukan Amerika setelah invasi pimpinan AS 2003 yang menggulingkan diktator Saddam Hussein. Belakangan pasukan Amerika ditempatkan di sana di tengah perang melawan kelompok Daesh/IS di Iraq dan Suriah.
Letjen Qassem Soleimani seorang Komandan Korp Garda Revolusi Islam Iran (IRGC), tewas dirudal AS hari Jumat.
Soleimani menjadi kepala IRGC pada tahun 1998 dan memperkuat hubungan Iran dengan milisi Syiah Hizbullah di Libanon, rezim keji Bashar al Assad di Suriah dan kelompok-kelompok milisi Syiah di Iraq.
Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis dianggap arsitek kekerasan yang menewaskan ratusan pengunjuk rasa Iraq dan ikut “mencengkram” kekuatan politik negara itu yang berujung gejolak.
Menyusul pecahnya perang sipil di Suriah pada tahun 2011, Soleimani diketahui merupakan arsitek kekerasan di -yang telah membantai warga sipil dan mujahidin, mengerahkan ribuan milisi Syiah bersenjata dan penasihat militernya masuk ke dalam Suriah—guna melindungi pemerintah Bashar al Assad.
Perang telah mengorbankan hampir 400 ribu warga sipil, menurut The Syrian Observatory for Human Rights.*