Hidayatullah.com–Pemerintah didesak untuk memantau kesehatan jiwa para guru setelah hasil penelitian menunjukkan bahwa satu dari 20 guru di England, Inggris, dilaporkan mengalami gangguan kesehatan mental yang berlangsung selama lebih dari setahun.
Studi itu, yang didanai oleh Nuffield Foundation, merupakan penelitian pertama yang mengkaji kesehatan mental dan kesejahteraan para guru di wilayah England, selama lebih dari tiga dekade, berdasarkan data lebih dari 20.000 staf pengajar.
Diketahui bahwa sekitar 5% guru saat ini menderita masalah kesehatan mental yang berlangsung lama (lebih dari setahun). Angka itu naik dari 1% pada era 1990-an, dan pada saat yang sama terjadi kenaikan serupa pada obat-obatan antidepresan yang diresepkan dokter.
Menurut hasil riset itu, sepertiga orang yang direkrut menjadi guru meninggalkan pekerjaan tersebut dalam kurun lima tahun pertama. Laporan penelitian tersebut juga mengutip hasil riset terbaru Department for Education (DfE), yang mendapati bahwa “masalah gangguan tidur, serangan panik dan hal-hal yang menimbukan kecemasan” menjadi faktor pendorong seseorang meninggalkan profesi guru.
Ketua penyusun laporan riset itu John Jerrim, seorang profesor di lembaga pendidikan UCL, berkata, “Profesi guru di England saat ini sedang berada di tengah-tengah krisis dan satu alasan potensial mengapa bidang pekerjaan ini sulit merekrut dan menjaga kesinambungan jumlah guru yang dibutuhkan adalah karena tekanan dalam pekerjaan.”
“Sudah sejak lama diketahui bahwa mengajar adalah karir yang menantang dan banyak tekanannya. Kami ingin melihat apakah kesehatan mental dan kesejahteraan guru meningkat atau menurun, khususnya di kala pemerintah berjanji akan meringankan beban pekerjaan guru.”
Sinéad Mc Bearty pimpinan eksekutif Education Support, organisasi amal untuk kesehatan mental dan kesejahteraan guru, mengatakan bahwa kegelisahan dan depresi berkaitan dengan pekerjaan sangat tinggi di kalangan pendidik, lapor The Guardian Selasa (28/1/2020).
Dr. Mary Bousted, sekjen gabungan National Education Union, mengatakan tidak aneh mengapa sekolah-sekolah tidak dapat merekrut atau mempertahankan kesinambungan jumlah staf pengajarnya.
“Tantangan bagi pemerintah adalah menanggapi masalah -masalah ini dan memastikan staf pendidik diayomi dan didukung dalam perannya sebagai pengajar. Akan tetapi saat ini, sedikit saja sinyal tindakan konkret dalam memangani hal ini,” kata Bousted.
Seorang jubir DfE mengatakan langkah untuk memperbaiki keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kerja para guru sekarang ini sudah mulai dijalankan. “Ini termasuk dengan mengurangi beban kerja, mendukung karir dini guru-guru sekolah, mempromosikan fleksibilitas kerja, menanggulangi tekanan akuntabilitas tenaga pengajar, serta memberijan dukungan kepada sekolah-sekolah dalam bidang manajemen perilaku.”*