Hidayatullah.com—Sekelompok anggota parlemen Eropa dari Inggris, Prancis, Irlandia, dan Belgia telah merilis pernyataan pada hari Rabu (29/7/2020) untuk menolak “rencana ilegal” pencaplokan ‘Israel’ atas Tepi Barat Palestina yang diduduki ‘‘Israel’’, kutip Anadolu Agency.
Dipelopori Stephen Kinnock, seorang anggota parlemen Inggris dan ketua bersama Kelompok Parlemen Semua Pihak Inggris-Palestina, para anggota parlemen sepakat untuk menantang dan berupaya untuk menghalangi rencana kontroversial Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu. Ia mendorong kolega angora parlemen dari Eropa dan AS untuk menandatangani pernyataan menentang aneksasi. Kelompok itu juga mengimbau para publik untuk meneruskannya kepada anggota parlemen lokal mereka.
Tidak untuk Rencana Pencaplokan
Dokumen yang dirilis pada hari Rabu dengan judul “Tidak untuk Rencana Pencaplokan ‘Israel’” akan menjadi dokumen langsung dan terbuka yang bisa ditandatangani bagi politisi yang ingin mengekspresikan penolakan mereka terhadap langkah penjajah ‘Israel’.
Pernyataan itu berbunyi: “Kami, yang bertanda tangan di bawah ini, berbagi kepedulian mendalam kami pada ancaman pencaplokan ilegal ‘‘Israel’’ atas bagian Tepi Barat Palestina yang diduduki. Pencaplokan unilateral bagian manapun dari Tepi Barat akan menjadi pelanggaran berat hukum internasional, dan hambatan lebih lanjut untuk mencapai persamaan hak dan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Palestina. Pencaplokan tidak boleh lolos tanpa tentangan.”
“Kami sepenuhnya mendukung rekan Parlemen kami di Eropa, Amerika Serikat dan ‘Israe’l yang telah berbicara menentang pencaplokan – khususnya dalam surat yang diprakarsai oleh Avraham Burg, mantan Ketua Knesset [parlemen ‘‘Israel’’], dan ditandatangani oleh 1080 anggota Parlemen di seluruh Eropa.
“Solusi abadi untuk konflik harus memenuhi aspirasi yang sah dan kebutuhan keamanan dan menjamin persamaan hak ‘‘Israel’’ dan Palestina … Akuisisi wilayah secara paksa tidak memiliki tempat pada tahun 2020 dan harus memiliki konsekuensi yang sepadan,” tambahnya.
“Kami mencatat dengan persetujuan pernyataan Uni Eropa dan Pemerintah Irlandia, Prancis, Swedia, Belgia dan Inggris bahwa pencaplokan ‘‘Israel’’ akan menjadi pelanggaran hukum internasional dan tidak diakui.
“Untuk memenuhi hak penentuan nasib sendiri rakyat Palestina dan ‘Israel’, kami memuji suara yang menentukan di Parlemen masing-masing demi pengakuan negara Palestina bersama dengan negara ‘‘Israel’’ pada perbatasan sebelum Juni 1967, saat prasyarat untuk perdamaian yang komprehensif, mengakhiri pendudukan,” demikian bunyi pernyataan itu.
Pernyataan tersebut menggarisbawahi berbagai suara parlemen tentang masalah ini di Inggris, Irlandia, Prancis, dan Belgia, dan mengatakan mereka “dasar yang jelas untuk tindakan lebih lanjut oleh pemerintah-pemerintah ini,” juga mengingat “keputusan Pemerintah Swedia pada 30 Oktober 2014 untuk mengakui negara Palestina di samping negara ‘‘Israel’’.”
“Kami menganggap konsekuensi yang sepadan jika terjadi pencaplokan. Kami sepakat bahwa kedudukan internasional ‘Israel’, yang telah dirugikan oleh tindakan ilegal pembangunan permukiman, akan dirusak sangat signifikan oleh tindakan pencaplokan apa pun – dan bahwa ‘‘Israel’’ seharusnya tidak mendapat manfaat ekonomi dari tindakan-tindakan ini,” demikian isi pernyataan tersebut.
“Kami mengundang anggota parlemen di tempat lain di Eropa dan di Amerika Serikat untuk bergabung dengan koalisi untuk mencegah aneksasi dan untuk menjaga prospek penentuan nasib sendiri warga Palestina dan persamaan hak bagi kedua orang dalam kerangka kerja dua negara: Palestina yang aman dan berdaulat di samping ‘Israel’.”
Para anggota parlemen mengatakan mereka akan “bertemu secara virtual” segera seperti yang diminta oleh perkembangan di lapangan. Pernyataan itu ditandatangani oleh anggota parlemen dan rekan-rekan, termasuk Stephen Kinnock, Baroness Sayeeda Warsi, Crispin Blunt, Els Van Hoof, Jacques Maire, Gwendal Rouillard, Michael McDowell, dan Thomas Hammarberg.
Sebagai bagian dari “Kesepakatan Abad Ini” yang digagas Presiden AS Donald Trump, Netanyahu telah mengumumkan bulan lalu bahwa pemerintahnya secara resmi akan mencaplok Lembah Jordan dan semua blok pemukiman di Tepi Barat.
Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dipandang sebagai wilayah pendudukan di bawah hukum internasional, sehingga membuat semua pemukiman Yahudi di sana – serta aneksasi yang direncanakan – adalah ilegal. Para pejabat Otoritas Palestina telah mengancam akan menghapuskan perjanjian bilateral dengan ‘Israel’ jika pencaplokan dilanjutkan, yang selanjutnya akan merusak solusi dua negara.
Mayoritas komunitas internasional termasuk anggota UE tidak mengakui kedaulatan ‘Israel’ atas wilayah yang didudukinya sejak 1967. Yang perlu digarisbawahi, bahkan jika pencaplokan secara resmi tidak terjadi, aneksasi de facto ‘Israel’, sistem apertheid yang dibawanya, dan kekerasan terhadap penduduk Palestina masih akan terus berlangsung.
Keadilan sebenarnya menuntut penghentian pendudukan, mengangkat blokade pada Jalur Gaza, kesetaraan hak-hak bagi penduduk Palestina, dan mengakui hak bagi para pengungsi Palestina untuk kembali ke kampung halamannya.*