Hidayatullah.com– Mesir, Qatar, dan Arab Saudi pada hari Senin (31/08/2020) menyambut baik perjanjian perdamaian awal antara pemerintah Sudan dengan kelompok pemberontak bersenjata di Juba, ibu kota negara tetangga, Sudan Selatan. Kelompok pemberontak lainnya didesak untuk bergabung dalam proses perdamaian di Sudan, kutip Anadolu Agency.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Mesir menyambut baik kesepakatan tersebut, menyatakan kesiapannya untuk terus mendukung upaya menjaga stabilitas di negara Afrika Utara tersebut. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Qatar juga menyambut baik pakta tersebut, menyampaikan harapan mereka agar kelompok lainnya di Sudan turut bergabung dalam proses perdamaian.
Dalam sebuah pernyataan yang menyambut kesepakatan tersebut, Kementerian Luar Negeri Saudi meminta “pihak-pihak yang bertikai lainnya untuk terlibat dalam proses perdamaian dan tidak melewatkan kesempatan bersejarah ini.” Sebelumnya pada Senin, televisi resmi di Sudan menayangkan sebuah upacara penandatanganan pakta antara pemerintah Khartoum dan kelompok pemberontak.
Baca: Pemerintah Transisi Sudan Teken Perjanjian Damai dengan 5 Kelompok Pemberontak
Kelompok-kelompok yang menandatangani kesepakatan itu termasuk Gerakan Keadilan dan Kesetaraan (JEM) dan Tentara Pembebasan Sudan (SLA) dari wilayah barat Darfur, dan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara (SPLM-N) yang dipimpin oleh Malik Agar dari Kordofan Selatan dan Nil Biru. Upacara tersebut diadakan dengan dihadiri oleh kepala Dewan Kedaulatan Sudan Abdel-Fattah al-Burhan dan Perdana Menteri Abdalla Hamdok serta para pejabat tinggi Sudan.
Perjanjian perdamaian tersebut membahas masalah-masalah utama dalam menyelesaikan konflik Sudan, termasuk pembagian kekayaan, keadilan transisi, keamanan, orang terlantar dan pengungsi, dan mengakhiri konflik 17 tahun antara pemerintah dan kelompok bersenjata. Sudan Selatan telah menawarkan untuk menengahi antara pihak-pihak yang terlibat dalam krisis Sudan sejak kerusuhan yang menyebabkan penggulingan Presiden Omar Bashir pada April 2019 dan perundingan damai yang dimulai di Juba Oktober lalu.*