Hidayatullah.com—Setelah kesepakatan normalisasi yang kontroversial dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, Presiden AS Donald Trump dan pemerintahannya mengarah ke Maroko. Penerbangan langsung antara ‘Israel’ dengan negara Afrika Utara itu sedang dalam pembicaraan, Daily Sabah melaporkan.
Membuka rute penerbangan bisa menjadi langkah selanjutnya menuju perdamaian normalisasi. Dilaporkan juga bahwa Washington akan terus mendorong Oman dan Sudan untuk menjalin hubungan diplomatik dengan ‘Israel’, sebagai bagian dari upaya untuk mengumpulkan sebanyak mungkin pencapaian di panggung global kurang dari dua bulan sebelum pemilihan presiden dan kesempatan untuk menopang dukungan di antara orang-orang Kristen evangelis pro-‘Israel’.
Selain kesepakatan dengan UEA dan Bahrain, Trump minggu lalu mengumumkan kesepakatan dengan Kosovo untuk mengakui ‘Israel’ dan Serbia yang akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Perdana Menteri Maroko Saadeddine Othmani mengatakan bulan lalu bahwa dia menentang perjanjian normalisasi dengan negara penjajah, mengutip hak-hak rakyat Palestina. Namun kemudian, dia mengatakan kepada situs berita Maroko Le360 bahwa dia telah berbicara dalam kapasitasnya sebagai ketua Partai Islamis moderat untuk Keadilan dan Pembangunan (PJD) dan bukan atas nama pemerintah.
Setelah dimulainya proses perdamaian dengan Palestina melalui penandatanganan Kesepakatan Oslo, ‘Israel’ dan Maroko mulai menormalisasi hubungan mereka pada tahun 1993 dan mendirikan kantor penghubung. Namun, Maroko membekukan hubungan dengan ‘Israel’ lagi 20 tahun yang lalu setelah pecahnya Intifada kedua Palestina pada tahun 2000.
Sejak itu, Maroko telah lama mempertahankan hubungan intelijen informal tetapi dekat dengan pemerintah Zionis karena komunitas Yahudi yang cukup besar. Sekitar 3.000 orang Yahudi tinggal di Maroko, menjadikannya komunitas Yahudi terbesar di dunia Arab.
Sebagai imbalan untuk membangun hubungan diplomatik dengan Israel, Maroko diyakini akan meningkatkan hubungan dengan AS dalam upaya untuk mendapatkan dukungan atas kebuntuan Sahara Barat, salah satu sengketa tertua di Afrika.
Trump mengumumkan pada hari Jum’at (11/09/2020) bahwa Bahrain akan menjalin hubungan diplomatik dengan negara Yahudi. Warga Palestina dengan tajam mengkritik langkah tersebut sebagai “pengkhianatan”.
Palestina telah melihat erosi yang stabil dalam dukungan Arab yang pernah bersatu sejak Trump mulai mengejar agenda pro-‘Israel’ tanpa malu-malu.
“Ini adalah tusukan lain di belakang perjuangan Palestina, rakyat Palestina dan hak-hak mereka,” kata Wasel Abu Yousef, seorang pejabat senior Palestina. “Ini adalah pengkhianatan terhadap Yerusalem dan Palestina … Kami sama sekali tidak melihat pembenaran untuk normalisasi bebas dengan ‘Israel’ ini”.
Kesepakatan itu, yang ditengahi oleh AS, muncul empat minggu setelah UEA mencapai kesepakatan serupa dengan pemerintah Zionis. UEA dan Bahrain telah menyimpang dari strategi negara-negara Arab sebelumnya untuk menyelesaikan konflik dengan Palestina sebagai syarat normalisasi hubungan dengan ‘Israel’.
Turki Mengutuk Kesepakatan
Turki mengecam keras perjanjian normalisasi untuk membangun hubungan diplomatik antara Bahrain dan ‘Israel’, dengan mengatakan kesepakatan itu bertentangan dengan komitmen yang dibuat di bawah Prakarsa Perdamaian Arab dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Menurut pejabat Turki, langkah tersebut akan memberikan pukulan baru bagi upaya untuk membela perjuangan Palestina dan selanjutnya akan mendorong ‘Israel’ untuk melanjutkan praktik tidak sahnya terhadap warga Palestina.
“Kami prihatin dan mengutuk keras upaya Bahrain untuk membangun hubungan diplomatik dengan ‘Israel’,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Pihak berwenang Turki menekankan bahwa satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian dan stabilitas abadi di Timur Tengah adalah melalui solusi yang adil dan komprehensif untuk masalah Palestina dalam kerangka hukum internasional dan resolusi PBB.*