Hidayatullah.com—Perdana Menteri Kyrgyzstan mundur dari jabatannya setelah aksi protes rakyat yang menggugat hasil pemilihan umum berubah menjadi kekacauan besar.
Para pengunjuk rasa mengganti Kubatbek Boronov dengan seorang politisi lain yang dibebaskan dari penjara oleh demonstran, Sadyr Japarov, dan hasil pemilu yang baru saja usai digelar dianulir.
Sebelum Boronov mengundurkan diri, kelompok oposisi menguasai parlemen dan mengatakan hasil perhitungan suara pemilu yang digelar hari Ahad kemarin dicurangi.
Kerumunan besar orang berkumpul di ibukota Bhiskek hari Rabu (7/10/2020) menuntut agar Presiden Sooronbai Jeenbekov –yang sebelumnya mengisyaratkan siap untuk mundur— dimakzulkan, lapor BBC.
“Tujuan utama para pengunjuk rasa bukan membatalkan hasil pemilu, melainkan untuk menyingkirkan saya dari kekuasaan,” kata President Jeenbekov kepada BBC Kyrgyz dalam sebuah wawancara eksklusif hari Selasa (6/10/2020) yang dilakukan lewat sambungan telepon dari tempat persembunyian rahasianya.
“Untuk mengatasi masalah ini, saya siap memberikan tanggung jawab ini kepada pemimpin yang kuat, tidak peduli dari kelompok mana mereka berasal, saya siap membantu mereka,” imbuhnya, seperti dikutip BBC.
Dia mendesak semua pihak kembali ke “cara-cara yang sah” dan bekerja sama untuk menghindari pertikaian politik rumit seperti yang dulu pernah terjadi.
Dalam rekaman pidato sebelumnya, Presiden Kyrgyzstan yang pro-Rusia itu menuding ada “kekuatan-kekuatan politik tertentu” yang memanfaatkan hasil pemilu sebagai alasan untuk “membuat keonaran”. Para perusuh tidak mematuhi aparat hukum, memukuli petugas medis dan bahkan merusak bangunan, kata Jeenbekov.
Dua presiden telah digulingkan di Kyrgyzstan kurun 15 tahun terakhir.
Para pengamat mengatakan sepertinya Jeenbekov, yang terpilih tahun 2017, telah kehilangan seluruh pengaruhnya tetapi tidak jelas siapa yang akan menggantikannya.
Hasil pemilu Ahad kemarin menunjukkan partai-partai yang bersekutu dengan Jeenbekov memenangkan sebagian besar suara, di tengah-tengah tuduhan adanya praktik pembelian suara massal.
Hasil pemilu menunjukkan hanya 4 dari 16 partai peserta pemilu yang berhak masuk ke gedung parlemen, tiga dari empat partai itu memiliki hubungan erat dengan President Jeenbekov.
Anehnya, tidak ada partai oposisi besar yang berhasil meraih satu saja kursi di parlemen. Hari Senin, semua 12 partai oposisi membuat pernyataan bersama bahwa mereka tidak akan mengakui hasil pemilu tersebut.
Mereka menuding partai-partai yang akrab dengan presiden membeli suara dan mengintimidasi warga.
Sejumlah mengamat penyelenggaraan pemilu mengklaim melihat –di jam-jam pertama pelaksanaan pemungutan suara— sejumlah orang yang mengenakan masker membagi-bagikan kertas suara yang sudah terisi, menyodorkan uang kepada warga, dan pergi ke tempat-tempat di mana kiranya hasil pemungutan suara bisa direkayasa.
Kelompok masyarakat yang tidak puas dengan hasil pemilu lantas menggalang kekuatan massa dan menduduki kantor-kantor pemerintahan. Mereka mengeluarkan dari sel para tahanan politik, termasuk Japarov, yang sedang menjalani hukuman 11 tahun penjara dalam kasus penculikan seorang gubernur semasa unjuk rasa oposisi tujuh tahun silam.
Mantan presiden Almazbek Atambayev, yang sedang menjalani hukuman 11 tahun penjara dalam kasus korupsi, juga dibebaskan oleh massa demonstran.
Seorang laki-laki berusia 19 tahun tewas dan hampir 700 orang dilaporkan terlukan saat terjadi bentrokan antara demonstran dan petugas keamanan.
Disebabkan situasi semakin kacau, Komisi Pemilu Pusat kemudian menyatakan hasil pemilu akhir pekan kemarin dianulir dengan mempertimbangkan situasi politik di Kyrgyzstan saat ini.
Para tokoh oposisi sudah mendirikan sebuah Dewan Koordinasi, tetapi kabarnya mereka pun berseteru satu sama lain soal siapa yang akan mendapat jabatan-jabatan yang berpengaruh dalam pemerintahan nantinya.*