Hidayatullah.com—Seorang bekas komandan pasukan pemberontak Liberia menjalani persidangan di Swiss dalam dakwaan berbagai kejahatan yang dilakukannya selama masa perang sipil di negara Afrika itu.
Alieu Kosiah, 45, dijerat dakwaan pembunuhan, pemerkosaan, perekrutan anak sebagai serdadu dan sejumlah kejahatan lain.
Bekas komandan kelompok pemberontak itu, yang kabur ke Swiss yang akhirnya ditangkap di sana pada 2014, membantah dakwaan-dakwaan tersebut.
Sekitar 250.000 kehilangan nyawa selama perang sipil berkecamuk di Liberia, dan ribuan orang mengungsi menyelamatkan diri dari perang saudara itu. Berturut-turut Liberia diguncang perang sipil antara tahun 1989 dan 2003.
Persidangan kasus Kosiah di Swiss yang dimulai hari Kamis (3/12/2020) itu merupakan perkara pertama yang diproses berdasarkan undang-undang tahun 2011, yang memperbolehkan pengadilan negeri mungil nan kaya raya itu memproses hukum kejahatan selama masa perang yang terjadi di belahan dunia mana saja. Persidangan itu juga merupakan kasus kejahatan perang pertama yang diproses oleh pengadilan sipil di Swiss.
Swiss memegang prinsip keadilan universal, yang artinya para tersangka pelaku kejahatan internasional besar di mana saja bisa diadili di negaranya.
Kosiah merupakan orang Liberia pertama yang menghadapi dakwaan berkaitan dengan perang saudara yang terjadi antara tahun 1989 dan 2003. Namun, menurut Human Rights Watch dia bukan salah satu dari tokoh-tokoh besar pentolan milisi yang terlibat dalam peperangan tersebut.
Berkas perkara Kosiah diproses di pengadilan kota Bellinzona, bagian selatan Swiss.
Kosiah ditangkap setelah sebuah kelompok peduli hak sipil menyodorkan kepada Kejaksaan Agung bukti-bukti keterlibatannya dalam kejahatan perang di Liberia, termasuk pembunuhan secara sengaja rakyat sipil, kekerasan seksual, kekerasan terhadap mayat korban dan bahkan praktik kanibalisme.
Berkas perkaranya juga mencantumkan dakwaan perekrutan anak untuk dijadikan serdadu, transportasi paksa, penjarahan, perlakuan biadab terhadap warga sipil, upaya pembunuhan, pembunuhan (secara langsung maupun memerintahkan orang lain untuk membunuh), penistaan terhadap mayat serta pemerkosaan.
Berkas dakwaan yang dilihat Reuters menyebutkan Kosiah terlibat pembunuhan sedikitnya 18 warga sipil dan merekrut seorang anak berusia 12 tahun sebagai pengawal pribadinya.
Kejahatan-kejahatan itu diduga dilakukan Kosiah semasa bergabung dengan kelompok pemberontak United Liberation Movement of Liberia for Democracy pimpinan Alhaji Kromah melawan pasukan pemerintah pimpinan Presiden Charles Taylor di Lofa County pada tahun 1990-an.
Namun, tim pengacaranya mengatakan bahwa Kosiah tidak berada di daerah itu ketika kejahatan tersebut terjadi dan pengacara korban meminta agar persidangannya ditunda.
“Salah satu masalah besar dalam kasus ini adalah dia belum tiba di Lofa kala itu,” kata Dimitri Gianoli, pengacara Kosiah kepada Reuters.
“Kami meminta agar persidangan Kosiah ditunda sampai 2021 sehingga klien-klien kami, para korban, dapat hadir,” kata seorang pengacara lain Romain Wavre, dengan alasan setelah menunggu sekian lama para korban berhak hadir dalam persidangan yang berulang kali tertunda akibat pandemi Covid-19 itu.*