Hidayatullah.com–Laporan yang telah lama dinantikan mengenai serangan masjid di Christchurch menyimpulkan bahwa pemerintah Selandia Baru dan badan intelijennya gagal melindungi komunitas Muslim, lapor Middle East Eye (MEE). Laporan Komisi Penyelidikan Kerajaan, bagaimanapun, mencatat bahwa dinas intelijen tidak akan dapat mencegah serangan mematikan itu.
Laporan hampir 800 halaman yang dirilis pada hari Selasa (08/12/2020) mengatakan bahwa dinas intelijen Selandia Baru secara tidak proporsional memprioritaskan memerangi ekstremisme Islam. Laporan juga menemukan badan itu gagal menyelidiki dengan tepat ancaman yang ditimbulkan oleh supremasi kulit putih.
“Tidak ada satu aspek pun dari (informasi yang tersedia untuk pihak berwenang) yang dapat memperingatkan badan-badan sektor publik tentang serangan teroris yang akan datang,” kata laporan itu.
Ia menambahkan bahwa tanda-tanda serangan yang akan segera terjadi “terpisah-pisah” dan sulit digunakan untuk menetapkan tindakan dari otoritas lokal. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Arden menyambut baik temuan laporan tersebut dan meminta maaf atas kekurangan pemerintah.
“Meskipun komisi tidak membuat temuan bahwa masalah-masalah ini akan menghentikan serangan, namun ini adalah kegagalan dan, untuk itu, atas nama pemerintah saya minta maaf,” kata Arden setelah publikasi laporan itu.
“Pada akhirnya, laporan setebal 800 halaman ini dapat disaring menjadi satu premis sederhana: Muslim Selandia Baru harus aman. Siapa pun yang menyebut Selandia Baru sebagai rumah, terlepas dari ras, agama, jenis kelamin atau orientasi seksual harus aman.”
Laporan tersebut membutuhkan waktu 18 bulan untuk menyelesaikannya. Laporan berisi wawancara dengan ratusan orang termasuk badan keamanan, pemimpin komunitas Muslim, ahli dan pejabat internasional di Inggris, Norwegia dan Australia.
Sebuah syarat yang ditetapkan oleh komisi adalah untuk melindungi anonimitas orang yang diwawancarai akan disegel selama 30 tahun untuk melindungi keamanan dan kerahasiaan nasional.*