Hidayatullah.com—Ikea Prancis, anak perusahaan toko perlengkapan rumah tangga asal Swedia, dan beberapa orang bekas eksekutifnya hari Senin (22/3/2021) menjadi terdakwa dengan tuduhan melakukan spionase terhadap para pelanggan, pegawai dan pelamar kerja.
Dilansir Radio France Internationale, empat bekas eksekutif Ikea Prancis, beberapa mantan manajer toko, empat anggota kepolisian dan seorang bos firma investigasi swasta termasuk dalam 15 orang yang dihadirkan di ruang sidang sebagai terdakwa di Versailles, selatan Paris.
Mereka menghadapi dakwaan-dakwaan berkaitan dengan kasus yang diungkap media Prancis Canard Enchaîné dan Médiapart pada 2012, setelah serikat pekerja Force Ouvirère mengajukan gugatan berkaitan dugaan pengumpulan data pribadi secara ilegal untuk tujuan jahat.
Jaksa mengatakan Ikea Prancis mengoperasikan “sistem pengintaian” yang secara ilegal mengumpulkan informasi tentang kehidupan pribadi ratusan karyawan dan calon karyawan, termasuk informasi rahasia catatan kriminal mereka.
Setelah penyelidikan kriminal dimulai pada tahun 2012, perusahaan itu memecat empat eksekutifnya.
Dalam pernyataan yang dirilis hari Senin pihak perusahaan mengatakan, IKEA Prancis sejak terungkapnya kasus itu dengan tegas mengecam dan meminta maaf atas tidak fipatuhinya nilai dan standar etika perusahaan.
Jean-François Paris, mantan direktur manajemen risiko Ikea Prancis, dituduh jaksa mengirimkan daftar nama-nama individu yang perlu diamati kepada pihak penyelidik swasta secara rutin.
Di antara investigasi yang dilakukan detektif swasta contohnya mencari tahu bagaimana seorang karyawan yang mengklaim tunjangan pengangguran bisa mengendarai mobil Porsche, dan bagaimana bisa seorang lainnya bisa membeli BMW sedangkan gajinya rendah.
Di kasus lain, Paris ingin mengetahui bagaimana seorang karyawan di cabang Ikea Bordeaux berubah dari seorang karyawan teladan menjadi tukang protes.
Ikea Prancis juga dituduh secara tidak patut mengakses informasi rahasia pribadi para pelanggan yang bertikai dengannya.
Jaksa menuding permintaan informasi itu disampaikan ke seorang bos jasa penyelidik swasta yang kemudian diduga membayar empat personel kepolisian untuk memperoleh informasi rahasia individu yang dimaksud dari database kepolisian.
Menurut dokumen pengadilan yang dikutip berbagai media, Paris mengatakan kepada majelis hakim bahwa per tahun perusahaan menyediakan dana sampai 600.000 euro untuk biaya penyelidikan semacam itu dan departemennya yang mengurusnya.
Kasus-kasus yang diperkarakan terjadi antara tahun 2009 dan 2012. Namun, pihak jaksa mengatakan aksi mata-mata oleh Ikea itu sudah dimulai sejak awal 2000-an.
Bekas CEO Jean-Louis Baillot dan Stefan Vanoverbeke, bekas CFO Dariusz Rychert, penyelidik swasta, beberapa manajer toko dan empat anggota kepolisian juga diadili dalam kasus ini.
Paris pada tahun 2012 mengatakan kepada media Prancis bahwa Baillot sendiri yang mengusulkan ide investigasi itu, yang melibatkan sejumlah detektif swasta di sejumlah toko Ikea guna mencari biang kerok masalah.
Apabila divonis bersalah Baillot dan Vanoverbeke masing-masing terancam penjara hingga 10 tahun dan denda 750.000 euro.
Menjelang persidangan, pengacara Baillot, François Saint-Pierre, mengatakan kepada AFP bahwa kliennya berharap dapat menjelaskan permasalahan nb itu sendiri di pengadilan.
Beberapa pengacara dari terdakwa lain mengklaim kasus itu sengaja dikarang oleh serikat pekerja.
Ikea Prancis sendiri mengahadapi ancaman pinalti 3,75 juta euro, ditambah potensi ganti rugi dari gugatan perdata.
Proses persidangan kasus ini dijadwalkan digelar sampai 2 April.
Ikea Prancis mempekerjakan lebih dari 10.000 orang di 34 toko, sebuah situs e-commerce dan sebuah customer support centre.*