Hidayatullah.com — Pemerintah Mesir mengumumkan pada 23 Agustus bahwa Mesir berusaha untuk menghidupkan kembali kota kuno Fustat dengan mengubahnya menjadi museum terbuka. Fustat adalah ibukota kepemimpinan Islam tertua di Afrika.
Pengumuman untuk mengubah Fustat menjadi museum terbuka diungkapkan setelah pertemuan antara Perdana Menteri Mesir Mustafa Madbouly dan pejabat yang bertanggung jawab atas proyek pengembangan Fustat Gardens.
Proyek itu bertujuan untuk merancang taman yang nantinya menghadap ke situs-situs seperti monumen arkeologi dan sejarah. Harapannya proyek itu akan menjadi tujuan wisata regional dan global.
Dalam pernyataan yang diunggah di laman Facebook perdana menteri Mesir itu juga disebutkan bahwa nantinya akan diadakan kegiatan rekreasi dan industri tradisional khas wilayah tersebut dengan menghidupkan kembali budaya di berbagai era mulai dari era Firaun, Koptik, Islam dan modern.
Osama Talaat, kepala Sektor Purbakala Islam, Koptik dan Yahudi mengatakan taman tersebut akan dibangun di atas lahan seluas 500 hektar di jantung kota Kairo, yang merupakan rumah bagi Museum Nasional Peradaban Mesir, Danau Ain el-Sira, Kompleks Keagamaan dan Masjid Amr Ibn al-Aas.
Wisatawan akan dapat mengunjungi lorong-lorong kota tua Fustat yang asli, yang saat ini masih dipugar, jelasnya.
Pada April, 22 mumi kerajaan dipindahkan dari Museum Mesir di Tahrir Square ke Museum Nasional Peradaban Mesir di Fustat.
Kota Fustat berasal dari tahun 641 dan dibangun oleh sahabat Nabi, Amr ibn al-Aas setelah penaklukan Islam atas Mesir.
Fustat berarti “tenda”, dan kota itu menjadi ibu kota Mesir selama 113 tahun — diikuti oleh al-Askar, al-Qata’i, dan kemudian Kairo. Ketiga kota memiliki kesamaan dalam perluasan kota.
Kota-kota ini sekarang menjadi satu kesatuan yang dikenal sebagai Kairo.
Kota Mesir dengan Beragam Bangunan Agama
Peneliti Islam, Moaz Lafi, mengatakan bahwa minat pada daerah yang kaya akan peninggalan sejarah akan menarik wisatawan, terutama di Fustat. Sebelumnya Fustat tidak ada dalam peta pariwisata sebelum pengembangan Museum Nasional Peradaban Mesir dan Danau Ain el-Sira.
Lafi, selama kunjungannya ke Museum Peradaban Mesir, memperhatikan bahwa proyek pembangunan harus mempertimbangkan sifat arkeologi dan sejarah tempat itu.
Selain itu, kata Lafi, pembangunan jalan wisata sepanjang 250 meter di tepi Danau Ain el-Sira dengan meja dan kursi, akan berfungsi sebagai area terbuka dan taman bagi pengunjung museum.
Di Fustat terdapat banyak peninggalan berusia ribuan tahun. Kota itu juga menjadi tempat reruntuhan rumah berlantai empat yang tidak akan ditemukan di kota Islam lain. Rumah yang oleh para pelancong kuno sebut gedung pencakar langit.
Dari sisi sejarah dan arkeologi, Fustat termasuk dalam Kompleks Keagamaan, tempat kuil Yahudi Sinagog Ben Ezra serta gereja-gereja kuno. Diantaranya adalah gereja Gantung, Gereja Saint barbara, Gereja Mary Gerges, Geresa Perawan, Gereja Saint Abakir dan Yohanna, Gereja Ortodoks Yunani St. George, Gereja St. Mercurius Abu Sefein dan Gereja Abba Shenouda.
Fustat juga merupakan rumah bagi masjid tertua kedua di Mesir dan Afrika setelah Masjid Sadat Quraish (di provinsi Sharqia). Yaitu Masjid Amr ibn al-Aas, tambah Rihan.
Museum Nasional Peradaban Mesir Fustat adalah salah satu museum barang antik terpenting dan terbesar di dunia. Ini adalah museum pertama yang didedikasikan untuk keseluruhan peradaban Mesir, dengan lebih dari 50.000 artefak yang menceritakan tahapan perkembangan peradaban dari zaman kuno hingga modern.*