Hidayatullah.com — Lebih dari 40 negara, mayoritas Barat, mengkritik China di PBB atas penyiksaan dan penindasan terhadap Muslim Uighur dan minoritas agama serta etnis lain di Xinjiang, Al Jazeera melansir pada Sabtu (23/10/2021).
Semua negara ini menandatangani pernyataan yang mengkritik China pada Kamis. Mereka menyatakan keprihatinan khusus pada “laporan kredibel” tentang keberadaan “kamp pendidikan ulang” di Xinjiang.
Pernyataan bersama itu dibacakan dubes Prancis untuk PBB Nicolas De Riviere pada pertemuan Komite HAM Majelis Umum.
“Kami menyeru China untuk mengizinkan akses segera, berarti, dan tak terbatas ke Xinjiang bagi pengamat independen, termasuk Komisaris Tinggi PBB untuk HAM dan kantornya,” kata pernyataan tersebut.
Ini adalah ketiga kalinya negara-negara Barat menggunakan pertemuan Komite HAM untuk mengkritik China atas kebijakannya terhadap Uighur.
Awal pekan ini, Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI), sebuah lembaga pemikir, menerbitkan laporan baru yang merinci “arsitektur penindasan” Xinjiang. Itu dikatakan telah dikembangkan untuk menindas orang-orang Uighur.
Laporan itu mengatakan 1.869.310 warga Uighur dan lainnya di Xinjiang dipilih setelah mereka diketahui menggunakan Zapya, sebuah aplikasi perpesanan seluler.
Menanggapi pernyataan, Kuba segera mengeluarkan pernyataan tandingan bersama 62 negara lain yang menyebut bahwa Xinjiang adalah urusan dalam negeri China. Pernyataan tandingan menolak semua tuduhan penindasan di Xinjiang, karena di dasarkan pada “motivasi politik” dan “disinformasi”.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun berbicara segera setelah itu, mengutuk “tuduhan tak berdasar” dan “kebohongan”. Pemerintah Komunis menuduh Amerika Serikat dan beberapa penandatangan lain yang tidak disebutkan namanya atas pernyataan “menggunakan hak asasi manusia sebagai dalih untuk manuver politik untuk memprovokasi konfrontasi.”
Pernyataan tandingan
Pernyataan tandingan menggarisbawahi ketegangan jangka panjang antara China dan demokrasi liberal dunia atas hak asasi manusia.
Ketegangan itu meningkat terutama dengan AS, dan termasuk masalah lain termasuk pandemi COVID-19, Taiwan, perdagangan, dan klaim ekspansif Beijing atas Laut China Selatan.
Pada 2019, 23 negara menandatangani pernyataan yang dibacakan oleh Inggris.
Pada tahun 2020, 39 negara menandatangani pernyataan yang dibacakan oleh Jerman dan tahun ini pernyataan tersebut memiliki empat penandatangan lagi.*