Hidayatullah.com — Negara Maroko mengakui tertarik untuk mendapatkan sistem pertahanan udara Iron Dome atau Kubah Besi milik ‘Israel‘. Hal ini dilaporkan situs berita Maroko, Le Desk, pada Sabtu.
Iron Dome, yang dirancang untuk mencegat dan menghancurkan proyektil jarak pendek termasuk roket dan drone, yang diproduksi oleh Rafael Advanced Defense Systems “akan memastikan pertahanan yang lebih baik dari tembok pasir di Sahara, namun juga zona sipil dan militer yang bersifat sensitif,” kata laporan itu merujuk situs militer kerajaan dilansir Middle East Monitor (08/11/2021).
Laporan itu muncul di tengah meningkatnya permusuhan antara Maroko dan Aljazair dengan hubungan mencapai titik terendah. Itu terjadi setelah tiga pengemudi truk Aljazair tewas dalam serangan bom pada Senin di daerah perbatasan antara Mauritania dan wilayah Sahara Barat yang disengketakan.
Meskipun Maroko telah membantah keterlibatannya, pemerintah Aljazair mencurigai kerajaan itu berada di balik serangan tersebut. Sebuah pernyataan kepresidenan Aljazair mengutuk serangan tersebut dan memperingatkan kerajaan bahwa pembunuhan itu “tidak akan dibiarkan begitu saja.”
Pernyataan kepresidenan menunjukkan bahwa “beberapa faktor memperlihatkan pasukan pendudukan Maroko di Sahara Barat telah melakukan pembunuhan pengecut dengan persenjataan canggih ini. Agresivitas brutal ini adalah karateristik dari kebijakan ekspansi teritorial dan teror yang diketahui.”
Pada Kamis, surat kabar Spanyol La Razon mengungkapkan bahwa Aljazair telah mengerahkan peluncur rudal di dekat perbatasannya dengan Maroko.
Kemarin, Raja Maroko Mohamed VI menegaskan kembali klaim teritorial Rabat atas Sahara Barat, dengan mengatakan statusnya “tidak dapat dinegosiasikan.” Penegasan itu ia sampaikan dalam peringatan 46 tahun Green March, sebuah demonstrasi massal dengan dukungan pemerintah yang melihat 350.000 orang Maroko memasuki wilayah itu pada tahun 1975 untuk mengklaimnya dari Spanyol.
Maroko telah berkonflik dengan front Polisario, separatis yang didukung Aljazair atas Sahara Barat sejak akhir pendudukan Spanyol. Itu berubah menjadi konfrontasi bersenjata yang berlangsung hingga 1991 dan berakhir dengan penandatanganan perjanjian gencatan senjata yang runtuh tahun lalu. Bulan lalu, pemimpin gerakan kemerdekaan Sahara Barat bersumpah untuk melanjutkan perang melawan pasukan Maroko di sepanjang tembok pemisah sampai masyarakat internasional mengakui hak penentuan nasib sendiri rakyat Sahrawi.
Menjelang akhir tahun lalu, sebagai imbalan untuk melanjutkan hubungan diplomatik penuh dengan Israel, pemerintahan Trump AS setuju untuk mengakui klaim teritorial Maroko dan mendukung “Rencana Otonomi” atas Sahara Barat.*