Hidayatullah.com–Perdana Menteri Jamaika Andrew Holness mengatakan kepada Pangeran William dan istrinya Kate Middleton bahwa negaranya ingin menjadi “independen” dan mengatasi masalah yang “belum terselesaikan”, sehari setelah unjuk rasa menuntut Kerajaan Inggris untuk membayar ganti rugi atas perbudakan yang dilakukannya semasa penjajahan.
Pasangan kerajaan itu tiba di Jamaika pada hari Selasa sebagai bagian dari tur selama seekan ke bekas koloni-koloni Inggris di Karibia, tetapi menghadapi pertanyaan publik tentang legasi Kerajaan Inggris.
Dalam pidatonya kemudian di hari Rabu (23/3/2022), Pangeran William tidak menyinggung seruan untuk menyingkirkan neneknya, Ratu Elizabeth, sebagai kepala negara kecil itu.
Kunjungan pasangan muda Kerajaan Inggris itu dilakukan setelah Barbados memutuskan menjadi sebuah republik hampir empat bulan silam, dengan mencoret Ratu Elizabeth dari jabatan kepala negara, langkah yang ingin ditiru oleh Jamaika.
“Ada sejumlah masalah di sini yang seperti yang Anda ketahui belum terselesaikan,” kata Holness saat sesi pemotretan dengan William dan Kate, seperti dilansir Reuters Kamis (24/3/2022).
“Namun, Jamaika adalah – seperti yang Anda – lihat merupakan negara yang sangat bangga … dan kami terus maju. Dan kami bermaksud… untuk memenuhi ambisi kami yang sebenarnya untuk menjadi negara yang mandiri, berkembang sepenuhnya, dan sejahtera.”
Puluhan orang berkumpul pada hari Selasa di luar gedung British High Commission di Kingston, menyanyikan lagu tradisional Rastafaria dan memegang spanduk dengan kalimat “seh yuh sorry” – ungkapan patois lokal yang mendesak Inggris untuk meminta maaf.
Dalam pidato di kediaman gubernur jenderal yang dihadiri oleh Holness dan pejabat tinggi lainnya, William juga tidak menyampaikan permintaan maaf atas perbudakan, meskipun dia mengatakan dia setuju dengan pernyataan ayahnya bahwa “kekejaman mengerikan dari perbudakan selamanya menodai sejarah kita”.
William, pewaris kedua takhta Inggris, juga mengungkapkan “penyesalan mendalam” terhadap institusi perbudakan, yang menurutnya seharusnya tidak pernah ada.
Para pejabat Jamaika sebelumnya mengatakan pemerintah sedang mempelajari proses reformasi konstitusi untuk menjadi republik. Para ahli mengatakan prosesnya bisa memakan waktu bertahun-tahun dan akan membutuhkan referendum.
Pemerintah Jamaika mengatakan tahun lalu akan meminta kompensasi kepada Inggris karena mengangkut secara paksa sekitar 600.000 orang Afrika untuk bekerja di perkebunan tebu dan pisang yang menciptakan kekayaan bagi orang-orang Inggris pemilik budak.*