Hidayatullah.com— Pihak berwenang di negara bagian Uttar Pradesh (UP) India telah menghancurkan rumah beberapa orang aktivis Muslim yang dituduh terlibat dalam kerusuhan pekan lalu yang dipicu oleh pernyataan menghina Nabi Muhammad yang dibuat oleh tokoh-tokoh partai nasionalis Hindu, kata para pejabat hari Ahad.
Polisi Kashmir telah menangkap seorang pemuda karena mengunggah video yang mengancam akan memenggal kepala seorang mantan juru bicara partai berkuasa di India itu karena membuat komentar yang menghina Nabi Muhammad. Video, yang diedarkan di YouTube, telah dihapus oleh pihak berwenang sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk membendung kerusuhan yang telah menyebar ke seluruh negeri.
Sementara itu, seorang aktivis Muslim Aysha Renna menderita luka-luka selama aksi protes menentang penghancuran rumah tokoh Islam di Malappuram Kerala. Seperti dilansir Maktoob Media , Renna sedang memimpin protes blokade jalan raya menentang pembongkaran rumah aktivis Muslim Afreen Fatima di Uttar Pradesh (UP), India.
Renna menyatakan bahwa dia dipermalukan di depan umum oleh seorang petugas polisi. Dalam sebuah video yang viral di media massa, terlihat para petugas menangkapnya, dalah salah seorang aparat menerik jilbab dan menyeretnya.
Perlu dicatat, Renna adalah aktivis penentang aktif Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA) tahun 2019, yang sangat diskriminatif pada umat Islam. Renna juga salah satu di antara banyak peserta aksi unjuk rasa menentang penerapan CAA-NRC.
Sementara Afreen Fatima adalah putri aktivis Muslim India, Javed Mohammad, yang saat ini dituduh jadi tersangka utama dalam kekerasan dalam unjuk rasa menentang penghinaan nabi Muhammad di Prayagraj, menyusul pernyataan juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP) Nupur Sharma dan komentar tidak menyenangkan Naveen Jindal terhadap Nabi.
Selama akhir pekan, Kepala Menteri Negara bagian Uttar Pradesh, Yogi Adityanath, memerintahkan para pejabat untuk menghancurkan ‘tempat-tempat ilegal’ dan rumah-rumah orang yang dituduh terlibat dalam kerusuhan, kata juru bicara negara bagian BJP.
Mrityunjay Kumar, seorang penasihat media Adityanath, mengunggah foto buldoser melalui akun twitter yang sedang menghancurkan sebuah bangunan dan berkata, “Ingat elemen-elemen yang tidak dapat diatur, setiap hari Jumat diikuti oleh hari Sabtu.”
Para pemimpin oposisi mengatakan pemerintah Adityanath sedang mengejar metode yang tidak konstitusional untuk membungkam pengunjuk rasa.
Komunitas Muslim menggelar demonstrasi jalanan untuk memprotes komentar anti-Islam yang dikeluarkan pekan lalu oleh dua anggota partai nasionali Hindu yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi itu.
Komentar anti-Islam
Sebelumnya, aparat telah menembak mati dua orang yang dituduh ikut aksi unjuk rasa. Korban bernama Mudasir (14), dan Sahil Ansari (19).
Mudasir ditembak di bagian kepala oleh aparat polisi dan meninggal karena luka-lukanya di Institut Ilmu Kedokteran Rajendra, kata pamannya Shahid Ayyubi kutip Aljazeera.
Saudara laki-laki Sahil, Faizan, mengatakan dia terkena peluru di punggungnya saat pulang ke rumah setelah shalat Jumat. “Peluru itu memecahkan ginjalnya dan dia meninggal di rumah sakit setelah beberapa waktu,” kata Faizan kepada Aljazeera, seraya menambahkan saudaranya bahkan bukan bagian dari peserta protes, Sahil hanya menjalankan bengkel aki di kota.
Unjuk rasa menyebabkan bentrokan antara Muslim dan kelompok Hindu di beberapa daerah. Polisi di Uttar Pradesh, polisi menangkap lebih dari 300 orang sehubungan dengan aksi tersebut.
Ketegangan terbaru sebagai contoh terbaru dari tekanan dan penghinaan komunitas Muslim di bawah partai berkuasa, BJP, tentang berbagai isu. Mulai dari kebebasan beribadah, hak memakai jilbab dan konsumsi daging sapi.
Di negara bagian timur Bengal Barat, pihak berwenang memberlakukan undang-undang darurat yang melarang pertemuan publik di distrik industri Howrah hingga 16 Juni. Presiden BJP Benggala Barat hari Ahad melakukan protes duduk dan menuduh negara tetangga Bangladesh, negara berpenduduk mayoritas Muslim, menghasut kekerasan di negara bagian tersebut.
Pihak berwenang juga memberlakukan undang-undang darurat yang melarang pertemuan publik di distrik industri Howrah hingga 16 Juni. Ratusan orang ditangkap dengan tuduhan membuat kerusuhan dan mengganggu ketertiban umum, sementara layanan internet dihentikan selama 48 jam.
Negara-negara seperti Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Omar dan Iran, mitra dagang utama India, melakukan protes resmi melalui saluran diplomatik dan meminta pemerintah untuk menyampaikan permintaan maaf.
Kementerian Luar Negeri India pekan lalu bersikeras bahwa pernyataan atau pernyataan apa pun yang dibuat oleh dua mantan anggota BJP itu tidak mencerminkan pandangan resmi pemerintah.
Pimpinan BJP telah mengeluarkan instruksi kepada anggota senior partai untuk berhati-hati dalam menyentuh isu-isu yang berkaitan dengan agama. Namun Perdana Menteri Narendra Modi sejauh ini belum mengomentari kerusuhan komunal ini.*