Hidayatullah.com– Bencana banjir belum usai, kini Pakistan menghadapi berbagai masalah kesehatan, termasuk demam berdarah dengue yang dilaporkan dialami oleh ribuan korban banjir.
Tiga puluh tiga juta orang terkena dampak banjir, yang telah menewaskan hampir 1.500 orang sejak pertengahan Juni.
Sementara upaya penyelamatan dan evakuasi berlanjut di beberapa bagian negara, para ahli kesehatan melaporkan lonjakan kasus demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan infeksi lambung yang parah.
Banyak pengungsi terpaksa tinggal di dekat genangan air. Demam berdarah sudah merenggut sejumlah nyawa dan kasus meningkat dari hari ke hari.
Sekitar 3.830 kasus demam berdarah telah dilaporkan oleh pejabat kesehatan di Provinsi Sindh di Pakistan selatan, dengan setidaknya sembilan kematian. Dikhawatirkan angka itu jauh di bawah keadaan sesungguhnya.
“Secara umum situasi di Sindh sangat buruk, kami mengorganisir kamp medis di seluruh provinsi. Sebagian besar kasus yang kita lihat sekarang adalah pasien demam berdarah, disusul kemudian malaria,” kata Dr Abdul Ghafoor Shoro, sekretaris jenderal Pakistan Medical Association, kepada BBC Rabu (14/9/2022).
“Beban DBD sama di seluruh provinsi dan meningkat setiap hari. Saat kami periksa ke laboratorium, kasus suspek sekitar 80% dari tes yang dilakukan.”
Dr Shoro, yang bertugas merawat puluhan pasien demam berdarah di Rumah Sakit Agha Khan di Karachi, khawatir situasinya memburuk dalam beberapa pekan mendatang.
Sudah dua bulan berlalu sejak banjir mulai meredam berbagai provinsi di selatan Pakistan, tetapi hingga kini ribuan desa masih tergenang air.
Jalan di banyak komunitas terpencil masih tidak dapat digunakan karena rusak oleh air bah. Masyarakat terpaksa mengandalkan puskesmas keliling untuk perawatan kesehatan mereka, tetapi jumlahnya sedikit dan jarang.
Muna Sajjad membawa anaknya yang berusia satu tahun, Sakina, ke puskesmas keliling di dekat Sehwan di Provinsi Sindh untuk mendapatkan perawatan medis.
Muna percaya Sakina akan mati jika dia tidak sampai ke klinik itu.
Sakina tidak sehat selama beberapa hari akibat infeksi lambung. Ibunya memeluknya erat-erat ke dadanya untuk menenangkan putrinya itu, tetapi Sakina terus menangis – dia mengalami dehidrasi, muntah, dan kesakitan.
“Dua anak saya sakit, saya tidak punya uang untuk merawat mereka, saya kehilangan segalanya karena banjir,” kata Muna. “Jika saya tidak datang ke klinik, saya yakin Sakina akan mati. Kami tidak punya makanan untuk diri kami sendiri dan anak-anak kami yang sakit.”
Di dalam mobil puskesmas keliling yang penuh sesak, ada anak-anak dan orang dewasa yang sakit. Dokter mengatakan bahwa mereka kewalahan.
“Kami menangani ratusan pasien setiap hari, tetapi masih banyak lagi yang tidak dapat kami layani. Bukan hanya kami saja yang kewalahan, kondisi seperti ini terjadi di seluruh provinsi,” kata Khalid Khosa, seorang dokter senior.
“… Begitu banyak orang jatuh sakit – kasus demam berdarah, malaria dan masalah gastro dan kami tidak dapat menolong mereka semua,” kata Dr Khosa, yang juga menjabat sebagai supervisor kesehatan.
“Jadi apa yang akan terjadi? Tentu saja akan ada kematian, dan kami harus mencoba menyelamatkan mereka,” imbuhnya.*