Hidayatullah.com—Salah satu lembaga pemeringkatan universitas dunia Times Higher Education (THE) World University Rankings, memprediksi tren perubahan di mana jumlah institusi pendidikan di Amerika Serikat (AS) yang masuk dalam 100 besar dunia semakin berkurang, sementara jumlah dari negara-negara Asia semakin meningkat.
Pada tahun 2018, AS mendominasi hampir setengah dari 100 posisi teratas di peringkat dunia, dengan 43 universitas. Dalam edisi terbaru ke-19 yang diterbitkan pada 12 Oktober, lembaga ini merilis, hanya 34 institusi yang berhasil, dengan nama-nama besar seperti Dartmouth College, Ohio State University, dan Michigan State kehilangan status 100 teratas mereka.
Sementara itu, jumlah institusi pendidikan di China yang masuk dalam 100 besar telah meningkat dari hanya dua pada 2018, menjadi tujuh saat ini. Hong Kong memiliki lima institusi, naik dari hanya tiga pada 2018.
Korea Selatan memiliki tiga universitas di 100 besar, naik dari dua di 2018. Singapura dan Jepang masing-masing memiliki dua tempat.
Di Asia Barat, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) memimpin apa yang disebut beberapa orang sebagai kebangkitan baru yang didorong oleh inovasi dan penciptaan pengetahuan, didukung oleh investasi besar-besaran.
King Abdulaziz University adalah salah satu universitas yang menunjukkan peningkatan kinerja paling signifikan, melonjak ke posisi 101 tahun ini, dari 190 tahun lalu, dan juga negara yang paling meningkat dalam hal skor rata-rata nasional.
Di UEA, dari enam universitas UEA yang luar biasa, lima mencatat peningkatan yang signifikan, dipimpin oleh Universitas Uni Emirat Arab dan Universitas Sharjah, yang keduanya melonjak tahun ini ke dalam daftar 300 teratas dunia.
Posisi pemeringkatan dunia oleh THE menjadi barometer untuk melihat perubahan inovasi global dan pengetahuan ekonomi, mendukung pengambilan kebijakan pemerintah dan keputusan strategis universitas, serta mendukung jutaan mahasiswa untuk memutuskan institusi paling terpercaya untuk melanjutkan studi mereka.
Peringkat Universitas Dunia didasarkan pada 13 metrik kinerja, yang mencakup misi inti universitas riset internasional dengan mempertimbangkan aspek pengajaran, penelitian, pertukaran pengetahuan, dan pandangan internasional.
Edisi 2023 didasarkan pada analisis lebih dari 15,5 juta publikasi penelitian, dan lebih dari 112 juta kutipan dari publikasi, serta survei terhadap lebih dari 40.000 akademisi di seluruh dunia tentang reputasi akademik internasional masing-masing institusi, di samping data seperti pencapaian fakultas dan demografi, termasuk perekrutan bakat internasional dan kolaborasi penelitian.
Jadi, haruskah keputusan terbaru menjadi perhatian bagi AS dan sekutu Baratnya di dunia yang semakin terpolarisasi? Menurutu Simon Marginson, profesor pendidikan tinggi di Universitas Oxford, ada lebih banyak universitas yang unggul dan persaingan baik untuk semua orang.
“Tidak ada bukti bahwa penelitian di AS melemah secara absolut,” kata Marginson kepada THE.
Namun, dunia secara keseluruhan belum sepenuhnya diuntungkan dari bangkitnya keunggulan penelitian global, karena sistem tertinggal di belakang gelombang nasionalisme dan menyusutnya berbagi pengetahuan. Ini mengikuti ketakutan dan kecemasan tentang meningkatnya ketegangan dan ketidakpercayaan geopolitik.
Sementara universitas di China unggul, skor mereka untuk kolaborasi penelitian internasional dan pengembangan bakat internasional menurun. “Akan disayangkan jika pertumbuhan orang asing yang bekerja di sektor pendidikan tinggi China terhenti, karena keterlibatan itu baik untuk semua orang,” kata Marginson kepada THE.
“Namun, itu tidak mengherankan, karena kita sekarang berada di era konflik geopolitik pendidikan tinggi,” tambahnya.
Pemeringkatan THE didasarkan pada 13 metrik kinerja. Hal ini mencakup misi inti universitas riset yang berfokus secara internasional dengan mempertimbangkan aspek pengajaran, penelitian, pertukaran pengetahuan, dan pandangan internasional.*