Hidayatullah.com– Dengan menyempitnya kehidupan mereka, pengungsi Rohingya khawatir tidak cukup pasokan makanan terutama untuk anak-anak kecil di saat Ramadhan tiba, hari yang juga seharusnya membuat mereka berbahagia.
Saat ini, pasokan makanan mereka bergantung pada bantuan lembaga internasional dan PBB.
Pengungsi Rohingya, Imtiaz Fatima, dan ratusan ribu lainnya, yang saat ini tinggal di kamp sementara di Cox’s Bazar, Bangladesh, bulan suci Ramadhan kali ini menjadi periode ketidakpastian dan melankolis dalam hidupnya.
Hidup dalam kondisi sulit dimana sebagian besar pengungsi berada di tempat bertiang dan berdinding bambu yang rapuh -Fatima harus berpuasa dan berbuka bersama keluarganya dan saudara senasib sesama pengungsi Rohingya di penampungan sementara ini.
Baca: CRI Luncurkan Program Ramadhan Untuk Bantu Muslim Rohingya
Saat kehidupan mereka normal di Myanmar dulu, mereka dapat bekerja dan membeli makanan yang lezat untuk keluarga mereka. “Selama Ramadhan kami dulu ada makanan enak di sana -makanan untuk kami duduk untuk berbuka puasa dan sahur.”
“Sekarang kami bersama anak-anak kecil harus bersiap menunggu bantuan dari badan-badan bantuan di kamp-kamp pengungsi,” katanya dikutip Reuters.
Ramadhan, bulan kesembilan dan bulan tersuci dalam kalender Islam, ditandai dengan ibadah puasa.
“Kami hanya berpikir tentang bagaimana kami akan membeli makanan untuk berbuka (buka puasa) dan untuk makan malam selama Ramadhan mendatang. Kami tidak memiliki apa-apa. Kami butuh bantuan,” kata Fatima.
Ramadhan diperkirakan akan dimulai Kamis minggu ini, mengikuti pada penampakan hilal bulan.
Baca: Ada Airmata untuk Suriah dan Rohingya di Ramadhan Kampus IPB
Muslim Rohingya yang tinggal di kamp-kamp pengungsi juga bersiap-siap untuk memulai bulan suci dengan memperbaiki tempat tinggal sementara mereka.
Menurut PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia, serangan di Myanmar telah mengirim hampir 700.000 pengungsi Rohingya, melarikan diri ke kamp-kamp di Bangladesh.
Duta Besar AS Nikki Haley, hari Selasa, 15 Mei 2018, mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera mengambil tindakan untuk mengatasi krisis Rohingya, yang melarikan diri dari Provinsi Rakhine, Myanmar ke Bangladesh sejak Agustus lalu.
“Keterlibatan aktif Dewan Keamanan memainkan peran penting dalam memastikan krisis berakhir,” kata Haley.*