Hidayatullah.com– Malacañang mengkonfirmasi pada hari Kamis Presiden Filipina Rodrigo Duterte, menyetujui Undang-Undang Bangsamoro, yang memungkinkan minoritas Muslim di selatan negara itu untuk terlibat dalam pemerintahannya pada 2022.
“Ini untuk mengumumkan bahwa presiden baru saja menandatangani BOL menjadi undang-undang,” kata jurubicara kepresidenan Harry Roque dalam pesan tertulis sebagaimana dikutip Phistar.
Presiden pertama kali mengumumkan penandatanganan BOL dalam Ulang Tahun ke-69 Ipil, sebuah kota di Zamboanga Sibugay, sekitar pukul 5:13 siang waktu setempat.
Selama kunjungannya ke korban kebakaran di Zamboanga City, Duterte menegaskan kembali bahwa dia telah menandatangani BOL.
“Saya tidak punya harapan. Mungkin tak semua orang bias menyukainya. Mari kita lihat jika itu bisa dimodifikasi. Mereka yang kecewa bisa mengobarkan perang, “tambahnya.
Duterte seharusnya menandatangani BOL hari Senin lalu. Namun, DPR gagal meratifikasi tindakan karena pertikaian di ruangan sidang.
Kantor Penghubung Legislatif Kepresidenan membenarkan bahwa BOL diterima oleh Malacañang pada pukul 7:30 malam, Rabu lalu.
Hari Kamis, Duterte mengatakan ingin berbicara dengan Ketua Front Pembebasan Nasional Moro Nur Misuari untuk membahas kesepakatan damai sehingga itu bisa direalisasikan pada akhir tahun.
“Saya bisa menciptakan – jadi seperti otonomi baginya. Itulah yang dia inginkan dan menunggu penerapan sistem federal. Yang harus dia lakukan adalah mempercayaiku. Saya punya sekitar tiga tahun untuk bekerjasama,” katanya.
Undang-undang yang sempat tertunda itu dipandang akan menghilangkan konflik separatis yang telah berumur separuh abad.
Ketua Gerakan Pembebasan Islam Moro (MILF), Ebrahim Murad, mengatakan ia yakin bahwa undang-undang itu akan membawa kelompok separatis kembali ke arena politik dan menghilangkan prospek insiden apa pun seperti Marawi.
Dikenal sebagai Hukum Organik Bangsamoro, ia mendapat dukungan dari penduduk, sehingga sulit bagi ekstremis asing untuk membentuk aliansi dan mendapatkan dukungan.
“Semua potongan puing adalah hasil dari kekecewaan terhadap proses perdamaian.
“Karena kelompok-kelompok kecil tidak menerima elemen eksternal, mereka tidak dapat kembali ke Filipina,” katanya.
Dalam UU itu, kekuasaan atas polisi dan militer wilayah Moro tetap di tangan pemerintah pusat dan melarang pemerintah Bangsamoro membeli dan memiliki senjata api untuk mencegah pemberontakan lebih lanjut.
Wilayah Bangsamoro adalah bagian dari Mindanao, pulau terbesar kedua negara itu. Sekitar lima juta Muslim berada di wilayah tersebut.
Sebelum kedatangan bangsa Spanyol tahun 1565, Filipina dikenal negeri dengan populasi muslim mencapai 98 % dan masuk wilayah Kesultanan Brunei. Menurut sejarah, Ibu Kota Filipina, Amanilah sebuah kota diambil dari bahasa Arab yaitu Fi Amannillah (dibawah perlindungan Allah), setelah dikuasai Spanyol Amanilah diganti nama menjadi Manila, sesuai nama raja mereka Raja Philipe.
Baca: Presiden Filipina Berlakukan Darurat Militer di Mindanao
Dengan misi Gold, Glory dan Gospel tahun 1565 Spanyol membantai penduduknya, kemudian dengan berbagai dan berhasil melakukan Kristenisasi wilayah Filipina Utara dan Tengah.
Sebagian Kaum Muslim yang tidak sudi melarikan diri ke wilayah selatan Filipina dan melawan. Istilah Moro, dimunculkan pertama oleh penjajah Spanyol, mengambil sebutan keturunan Arab Spanyol yang beragama Islam yang dahulu menguasai Andalusia ( Spanyol ) yaitu orang Moor.
Perjuangan kaum muslim Filipina baik melawan penjajah Spanyol maupun saudara sebangsa pendukung penjajah, berlangsung sampai tahun 1898.
Kurangnya perhatian dari pemerintah pusat di Manila juga menyebabkan provinsi Moro termasuk yang paling miskin sertanya melahirnya bebera pemberontakan serta upaya memisahkan diri.
Konflik telah membunuh sekitar 120 ribu orang, membuat dua juta orang terlantar, membuat umat Islam di wilayah itu tertindas.
Mindanao masih berada di bawah UU Darurat Militer hingga akhir tahun ini, untuk mengizinkan pasukan keamanan menghentikan usaha-usaha untuk bergabung kembali satu aliansi pro ISIS yang menguasai Marawi selama lima bulan dengan serangan-serangan darat dan udara. MILF mengutuk ekstremis dan pejuangnya membantu tentara pemerintah menggagalkan gerakan mereka.*