Hidayatullah.com– Aparat antinarkoba US Drug Enforcement Administration (DEA) mengekstradisi eks presiden Honduras Juan Orlando Hernández ke New York, Amerika Serikat, di mana dia akan diadili sebagai terdakwa perdagangan narkoba dan kasus berkaitan dengan senjata api.
Petugas Kepolisian Nasional Honduras menyerahkan Hernandez yang terborgol tangannya ke agen-agen DEA di bandara Tegucigalpa, hanya dua bulan setelah dia ditangkap di rumahnya pada 15 Februari menyusul permintaan ekstradisi dari Departemen Kehakiman AS, lansir The Guardian Kamis (21/4/2022).
Hernández, 53, meletakkan jabatannya sebagai presiden pada 27 Januari setelah menjabat selama dua periode.
Jaksa dari Southern District di New York menuduhnya menerima uang suap jutaan dolar dari bandar-bandar narkoba agar mereka dielakkan dari jerat hukum. Dia didakwa dengan konspirasi perdagangan narkoba dan dua dakwaan berkaitan dengan senjata api, dengan total hukuman maksimal 40 tahun penjara.
Hernández diperkirakan akan menyatakan dirinya tidak bersalah atas dakwaan-dakwaan itu. Dia berulangkali membantah terlibat dalam perdagangan narkoba, dan menyebut tuduhan itu merupakan karangan para bandar narkoba yang tertangkap untuk mengurangi hukuman mereka sendiri dengan bersikap kooperatif terhadap aparat.
“Ini adalah balas dendam dari kartel-kartel, ini adalah plot yang diatur sehingga tidak ada lagi pemerintah yang akan melawan mereka,” kata Hernandez dalam sebuah surat yang ditulis tangan yang dipublikasikan bulan lalu.
“Bagian dari konspirasi itu adalah kampanye kebencian dan misinformasi. Namun, terbukti jelas kontradiksi para penjahat, dari persidangan demi persidangan, mereka berbohong dan bertentangan dengan diri mereka sendiri.”
Hernandez dianggap sebagai salah satu sekutu paling dekat Washington di periode pertama jabatannya, mendapatkan pujian dari para pejabat dan wakil presiden AS kala itu Joe Biden.
Namun, hubungan mesranya dengan Partai Demokrat AS berubah tegang setelah dia mencalonkan diri kembali pada 2017 dan penangkapan adiknya, bekas anggota legislatif Juan Antonio “Tony” Hernández, dalam dakwaan yang sama pada 2018. Tony Hernández kemudian dihukum dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di pengadilan AS.
Ketika menjabat presiden, Joe Biden menjauhkan diri dari Hernandez dan mulai berusaha menjalin hubungan baik dengan presiden Honduras yang baru Xiomara Castro, politisi kiri-tengah yang memenangi pemilu November 2021.
Ekstradisi Hernández – yang dulu dianggap sebagai sosok “tak tersentuh” di Honduras – merupakan ujian bagi pemerintahan Castro, yang pada saat kampanye berjanji akan memberantas perdagangan narkoba dan korupsi.
Aparat hukum AS menyusun berkas perkara Hernandez selama tiga tahun. Dia baru diminta diekstradisi tahun ini karena Departemen Kehakiman AS memiliki kebijakan tidak mendakwa presiden yang sedang menjabat.
Tahun 2012, sebagai ketua Kongres Nasional, Hernandez giat mengupayakan reformasi konstitusional agar warga Honduras bisa diekstradisi ke AS dalam dakwaan narkoba dan lainnya. Dia kerap mengutip perannya itu sebagai bukti bahwa dirinya tidak bersalah, karena bagaimana mungkin orang yang mengupayakan ekstradisi melalui Kongres akan berkonspirasi dengan bandar narkoba. Hernandez kini menjadi orang Honduras ke-30 yang diekstradisi ke AS.
Raja-raja narkoba di Amerika Latin sejak lama menginfiltrasi politik. Hernandez adalah presiden negara Amerika Latin pertama yang terjerat dakwaan narkoba.
Kasusnya mengingatkan orang pada bekas diktator Panama Manuel Noriega. Bekas jenderal itu diekstradisi pada Desember 1989 dengan dakwaan narkoba menyusul invasi pasukan Amerika Serikat untuk menggulingkan pemerintahannya. Seperti Hernandez, Noriega dituduh mengkhianati DEA. Dia dihukum dan mendekam di penjara hampir dua dekade.*