Hidayatullah.com–Tentara wanita pemerintah Suriah mengadu dalam video bahwa mereka telah menerima kekerasan seksual yang dilakukan oleh tentara senior.
Dalam sebuah video yang dirilis di media sosial, tiga tentara wanita dari Brigade 130 “Secret Panthers”, mengatakan mereka telah mengalami “perlakuan tidak etis” dan diskriminasi karena penampilan fisik mereka:
“Kami meninggalkan keluarga dan kehidupan normal untuk bergabung dengan militer untuk mempertahankan tanah dan presiden, bukan untuk direndahkan atau bergabung dengan industri prostitusi,” jelas salah satu wanita, berbicara pada kamera sebagaimana dikutip laman middleeasteye, Kamis (01/10/2016).
Wanita lain menunjukkan bahwa suaminya merupakan seorang tentara, menambahkan bahwa dia bangga karena suaminya merupakan bagian dari paramiliter Pasukan Pertahanan Nasional (NDF) “yang lebih baik daripada petugas di Brigade 130”.
“Para petugas di Brigade 130 memilih wanita untuk kepentingan pribadi mereka dan bertukar wanita dengan petugas lainnya,” dia menjelaskan.
“Jika mereka menyukai seorang wanita mereka menyimpannya dan jika mereka tidak menyukainya, mereka merendahkannya. Saya seorang ibu dan mempunyai seorang anak yang aku tinggalkan demi ikut serta dalam pertempuran, tetapi sayangnya para petugas senior merupakan pencuri dan mereka mengambil uang, makanan dan minuman kami, dan apa yang kami dapatkan hanyalah perlakuan tidak etis.”
Salah satu wanita mengatakan dia memohon pada seorang kolonel di brigade tersebut agar mendapatkan liburan demi bertemu dengan dua anaknya, tetapi permohonannya ditolak karena “dia tidak cantik”.
Kolonel itu ingin melakukan “sesuatu” dengannya dan ketika dia mencoba untuk melaporkan hal tersebut ke brigade jenderal, “jenderal mengusirnya dari ruang kantor”, dia menambahkan.
Para wanita tersebut mengatakan setiap hari mereka dijemur di terik matahari dari jam 8 pagi hingga dua siang tanpa makanan atau minuman dan tidak diperbolehkan ke toilet. Dalam video tersebut mereka memohon pada pasukan Rusia di pangkalan udara Hmeimim untuk membantu kondisi mereka.
“Mereka ingin kami bertindak seperti kami sedang latihan di depan para tentara Rusia tetapi hal itu tidak benar. Kami tidak mendapatkan pelatihan apapun, dan kartu identitas ini tidaklah asli,”kata salah satu wanita, sambil memegang kartu identitas.
“Kami tidak mendapatkan bayaran yang cukup atau diberi sesuatu sebagai imbalan. Kami di sini untuk mempertahankan tanah kami tetapi mereka tidak memberi kami apapun.”
Menurut sebuah laporan di France24, terdapat 800 wanita yang terdaftar di tentara rezim Bashar al Assad, sebagian besar bagian dari Lionesses of Defence, sebuah faksi yang semua anggotanya wanita di Garda Republik Suriah di Damaskus.
Para analis menganggap keputusan Assad menggunakan tentara wanita hanya untuk menunjukkan dirinya pada dunia sebagai sebuah alternatif sekular dan progresive kelompok Islam garis keras di Suriah.
Ayahnya, Hafez al-Assad, yang berkuasa di Suriah dari tahun 1971 hingga 2000, juga memasukkan batalion wanita ke dalam militer untuk meningkatkan kepercayaan sekular di negaranya.
“Perang di Suriah merupakan dua struktur sosial yang berhadap-hadapan dan Assad sedang menujukkan bahwa, di dalam sistemnya, wanita mempunyai peran penting, bahkan dalam pasukan pertahanan,” kata Fabrice Balanche, Direktur Gremmo, kelompok peneliti Timur Tengah dan Mediterania, berbicara pada France24.
Joshua Landis, Kepala Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma, mengatakan bahwa meskipun hukum “progresif” di Suriah, masyarakat tetap “melakukan diskriminasi terhadap wanita”.
“Pengaduan wanita Suriah ini menunjukkan bagaimana patrialkal masyarakat Suriah dan Pasukan Arab Suriah tetap pertahankan,” dia mengatakan pada Middle East Eye. “Pembebasan wanita masih jauh.”*/Nashirul Haq AR