Hidayatullah.com–Komisi III DPR memilih Ketua KPK melalui voting. Dan hasil voting menunjukkan Busyro Muqoddas mengalahkan empat pimpinan KPK lainnya. Busyro mengantongi 43 suara.
“Dengan hasil ini, maka Busyro Muqoddas ditetapkan sebagai Ketua KPK menggantikan Antasari Azhar,” kata Ketua Komisi III Benny K Harman, sebelum menutup sidang di gedung DPR, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (25/110.
Voting pemilihan Ketua KPK mengikutsertakan 5 pimpinan KPK. Berikut hasil voting selengkapnya: 1. M Chandra Hamzah ( 0), 2. Bibit S Rianto (10), 3. Haryono (0), 4. M Jasin (2), dan 5. Busyro Muqoddas (43).
Sebelumnya Busyro Muqoddas terpilih sebagai pemimpin KPK melalui mekanisme voting dalam rapat pleno Komisi III DPR RI di Gedung DPR Senayan di Jakarta, Kamis.
Dalam rapat pleno yang dipimpin Ketua Komisi III DPR Benny K Harman tersebut, Busyro meraih 34 suara dari 55 anggota Komisi III yang hadir, sedangkan Bambang Widjojanto meraih 20 suara, serta satu suara abstain.
Faktor Arahan
Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, mengatakan, faktor arahan masih mendominasi pemilihan calon.
Ia yang turut menyaksikan proses uji kelayakan dan kepatutan secara langsung di gedung DPR menilai, secara personal banyak anggota dewan yang mendukung Bambang Widjojanto. Meski demikian, dia skeptis Bambang terpilih. “DPR nampak lebih bersemangat saat menguji Bambang,” kata dia.
Beberapa anggota juga mengakui bahwa mereka lebih memilih Bambang jika tak ada arahan. Anggota dewan yang menyatakan hal tersebut antara lain Bambang Soesatyo dan Natsir Djamil. Demokrat juga menyatakan telah memiliki calon yang akan dipilih.
“Ini jadi masalah karena pemilihan pejabat publik justru ditentukan oleh arahan,” kata Febri. Kekuatan lebih besar itu justru lebih dominan, dibanding hasil fit and proper test.
Febri menilai bahwa kekuatan oligarki yang lama masih bercokol di DPR dengan tujuan melemahkan KPK. Buktinya, DPR menyepakati masa jabatan hanya satu tahun bagi calon terpilih. Sebelumnya DPR juga punya resistensi pada dua calon yang dinilai paling baik dibanding calon-calon lainnya.
Secara keseluruhan, Febri menilai proses uji kelayakan ini tak menarik. “DPR lebih ingin KPK menjadi Komisi Pencegahan Korupsi,” ujar dia. Beberapa kali anggota DPR malah berkeluh kesah mengenai kasus, bukannya bertanya agenda pemberantasan korupsi yang nyata. [ant/was/det/hidayatullah.com]