Hidayatullah.com–Problem terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI) seakan tak pernah usai. Berdasarkan data terbaru dari Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) disebutkan d itahun 2010 ini jumlah TKI yang kembali ke Indonesia membawa pulang bayi hasil hubungan gelap di luar negeri melonjak tajam menjadi 273,7 persen. Dari 19 orang pekerja migran pada 2009, menjadi 71 orang TKI yang membawa pulang bayi ke tanah air.
Untuk menampung bayi-bayi tersebut BNP2TKI bekerjasama Yayasan Puri Cikeas berencana membangun Rumah Peduli Anak TKI (RPA TKI) pada 2011. \”Prinsipnya pada 2011 RPA TKI sudah terwujud,\” ujar Ketua RPA TKI, Soeryo Soepranto dalam rilisnya yang diterima hidayatullah.com belum lama ini.
Rencananya RPA TKI dibangun di kawasan Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Untuk pembangunan RPA TKI ini dibutuhkan dana sekira 1,5 miliar rupiah. Pada malam penggalangan dana yang digelar pekan lalu (22/12), BNP2TKI terhimpun dana sebesar Rp 773.660.350.
Sementara ketika ditanya apakah ada penambahan jumlah dana pada pekan ini, Soeryo mengakui tak tahu persis jumlahnya. “Silakan Anda bisa hubungi bagian dana!” tulis Soeryo dalam pesan singkatnya kepada hidayatullah.com.
RPA TKI, kata Soeryo, selama ini hanya menggunakan rumah sewa tidak begitu luas di kota Tangerang, Banten, guna memelihara anak-anak TKI itu. Diakui, RPA TKI sekitar tiga tahun ini telah memelihara puluhan anak TKI dengan jumlah yang cenderung bertambah setiap tahunnya.
Fatwa TKI
Melihat semakin banyaknya para TKI yang pulang membawa anak, sebenarnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah lama mengkhawatirkan akan terjadinya hal seperti ini dengan mengeluarkan fatwa. Musyawarah Nasional ke 6 MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 7 tahun 2000 tentang hukum pengiriman tenaga kerja wanita.
Fatwa tersebut dirilis MUI untuk meminimalkan persoalan para TKW yang sudah berulang-ulang, seperti penyiksaan, perkosaan, perampasan hak, hingga kematian.
Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Aminudin Yakub, dalam fatwa tersebut dijelaskan, para perempuan yang meninggalkan keluarga untuk bekerja ke luar kota atau ke luar negeri tanpa mahram merupakan tindakan yang tak sejalan dengan ajaran agama Islam.
Fatwa ini memiliki landasan syariat, salah satunya hadits Rasulullah shalallahu ’alaihi wassallaam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, ”Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak halal melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih kecuali disertai ayah, suami, anak, ibu, atau mahramnya.”
Namun, dalam fatwa tersebut MUI tetap membolehkan perempuan untuk bekerja di luar negeri. Syaratnya harus disertai mahram, keluarga, serta lembaga atau kelompok perempuan terpercaya. Jika tidak, maka haram bagi perempuan untuk bekerja di luar negeri.
Selain itu, MUI juga membolehkan perempuan bekerja di luar negeri jika benar-benar dalam kondisi darurat, yakni memenuhi kebutuhan minimal hidup dan karena keterbatasan lapangan kerja di Indonesia. [syaf/hidayatullah.com]
Segera Dibangun Rumah Penampungan Anak TKI
