Hidayatullah.com–Masih banyaknya temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum ditindaklanjuti Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) terkait dengan Penyelenggaraan Ibadah Haji perlu mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah. Apalagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menyatakan pendapat (disclaimer) atas Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1431 H/2010 M.
“Kami sangat menyayangkan hal ini bisa terjadi atas pelaksanaan kegiatan yang rutin dilaksanakan. Sepertinya Kemenag tidak belajar dari peristiwa sebelumnya,” kata anggota Komisi VIII Herlini Amran.
Dia mengungkapkan, BPK menemukan sembilan kelemahan Sistem Pengedalian Internal (SPI) dalam pemeriksaan atas Laporan Keuangan PIH tahun 1431 H/2010 M. Kelemahan tersebut di antaranya belum adanya laporan keuangan haji yang sesuai dengan prosedur baku. Selain itu, besaran hasil optimalisasi atas saldo awal calon haji biasa dan khusus yang dikelola Bank Penerima Setoran tidak dilakukan.
“Atas kelemahan tersebut, kami mendesak Menteri Agama untuk melaksanakan 11 rekomendasi yang diberikan BPK agar memerintahkan kepada Dirjen PHU untuk melaksanakan 11 rekomendasi tersebut,” tegas Herlini.
Temuan lainnya, BPK menemukan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat material. Hal itu antara lain adanya pembayaran selisih pemondokan kepada jemaah yang tidak berhak sebesar SAR 905.400, pembayaran kepada 64 pemilik rumah yang tidak sesuai dengan pedoman penyewaan rumah (tasrih) sebesar SAR 5.879.762 (equivalen Rp 14.170.038.267,62) dan pembayaran sewa rumah sebesar SAR 10.228.644 (equivalen Rp 24.650.704.723,39) tidak ditempati secara maksimal.
Meski demikian, lanjut Herlini, masih terdapat berbagai kemajuan dalam pengelolaan dana haji yakni laporan keuangan yang disusun tepat waktu dan transparan baik setiap bulan maupun setiap akhir musim haji. Ke depan, dia berharap agar lebih ditingkatkan lagi. Apalagi, pengendalian dan optimalisasi penerimaan dana setoran awal Kementerian Agama telah menerapkan program switching dengan seluruh BPS sehingga pengelolaan dana tersebut dapat dikendalikan secara online dan realtime.
“Kementerian Agama juga telah menempatkan dana setoran awal ke jenis investasi yang lebih menguntungkan dan lebih aman yaitu SBSN/SUKUK dan seluruh dananya dijamin oleh pemerintah. Dengan adanya setoran awal yang dimasukkan ke investasi SBSN/SUKUK diharapkan dapat meningkatkan pelayanan haji agar lebih berkualitas dan efisien. Selain itu ada peningkatan optimalisasi dana setoran awal yang telah mengurangi besaran BPIH pelaksanaan haji 1431 H/ 2010 M dibandingkan dengan pelaksanaan haji 1439 H/ 2009 M. Kami mengapresiasi berbagai kemajuan yang diraih dalam pengelolaan haji ini,” ujarnya.
Herlini mengingatkan, baik buruknya penyelenggaraan ibadah haji akan memberikan pencitraan di mata internasional. Untuk itu, pemerintah mesti bersungguh-sungguh membenahinya.
“Kami akan mendorong untuk mempercepat proses revisi atas UU No 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji agar pelaksanaan PIH bisa semakin membaik,” pungkas anggota DPR RI Dapil Kepulauan Riau ini.*