Hidayatullah.com—Tokoh aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) Indonesia yang juga menjadi Ketua Divisi Pengembangan Strategi dalam pengurus baru DPP Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla mengatakan, ucapan Gubernur DKI, Fauzi Bowo tentang rok mini yang sempat diributkan aktivis perempuan adalah cerminan dari pemikiran Islam “konservatif” seperti yang dianut banyak kaum Muslim di Indonesia sekarang.
Menurut menantu Mustofa Bisri, kyai dari pesantren Raudlatut Talibin, Rembang ini, pemikiran seperti ini harus dilawan.
“Saya kira ini sebetulnya bagian dari kultur hirarkis masyarakat Indonesia yang masih kuat,” ujarnya dikutip Radio Nederland belum lama ini.
Pandangan konservatif yang dimaksud adalah pandangan yang mengganggap cara perempuan berpakaian merupakan penyebab banyak muncul kasus perkosaan. Kaum perempuan, menurut Ulil, harus didukung oleh lelaki dalam memprotes suara-suara konservatif.
Pria yang pernah lolos dari paket bom buku ini juga berpendapat bahwa pakaian Islami seorang Muslimah itu tidak serta merta identik dengan busana berasal dari Arab.
“Pakaian Islami adalah pakaian yang pantas dan menghormati martabat perempuan. Dan itu bisa berbeda konteksnya dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.”
Karenanya, ia juga memandang, soal pandangan pakaian Islami ini juga harus didefenisikan ulang.
“Buat saya, memandang masalah pakaian melulu dari moral dress code (kode berpakaian, red) agama, itu terlalu sempit. Karena kemajuan masyarakat modern itu tercermin dalam keragaman cara berpakaian terutama di kalangan perempuan,” simpulnya.
Baju Koko
Namun pernyataan ini Ulil ini dibantah Katib Syuriya PCNU Jember M Idrus Romli. Menurut salah satu Tim Penulis buku “Bahaya Aliran Kebatinan” ini, umumnya umat Islam di Indonesia adalah penganut Syafi’i. Sedang aturan fiqih dalam madzhab Syafi’i batas aurat yang wajib ditutupi bagi lelaki Muslim adalah antara pusar dan lutut. Disunnahkan juga menutupi anggota tubuh di luar batas aurat wajib. Sementara batas aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh anggota tubuhnya.
“Apapun pakaian Muslim dan Muslimah, selagi sudah menutupi aurat wajibnya, maka dihukumi sudah melaksakan syariat,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Rabu (21/09/2011).
Soal model penutup aurat, memang tidak diatur secara pasti oleh syariat. Ia juga meminta Ulil tak perlu sinis dengan pakaian yang berasal dari Arab. Sebab, pakaian dari manapun, asal memenuhi syarat menutup aurat tak menjadi masalah.
Ia mencontohkan, pria muslim Indonesia terbiasa menggunakan baju koko (taqwa) dan bersarung/celana panjang sebagai identitas baju muslim penutup aurat. Baju ini konon diadopsi dari adat China, dengan kombinasi budaya Indonesia, Belanda dan India.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Maka sah-lah baju koko dan sarung/celana panjang yang bukan budaya Arab ini untuk melaksanakan syariat wajib tutup aurat.
Lagipula, menurutnya, mengapa harus alergi dengan pakaian Muslim.
“Setahu saya keluarga Gus Mus (KH. Mustafa Bisri, red) dan termasuk isteri Ulil berpakaian ala pesantren, menutup aurat. Saya kurang mengerti dengan pernyataan Ulil, apakah merasa tdk nyaman dengan keluarganya sendiri,” tambahnya.*