Hidayatullah.com–Pemerintah Provinsi Banten masih mengkaji usul dan dukungan pemberian gelar kepahlawanan kepada Syafrudin Prawiranegara yang lahir 28 Februari 1911 di Anyer Kidul, Serang, Banten.
Asisten Daerah I (Asda I) Pemprov Banten Anwar Mas`ud di Serang, Jumat, mengatakan saat ini usul gelar pahlawan nasional untuk Syafrudin Prawiranegara masih dikaji oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar (TPPG) Daerah.
“Setelah ada rekomendasi dari panitia Peringatan Satu Abad Sjafrudin Prawiranegara yang menggelar seminar beberapa hari lalu , kami akan mendukung penuh untuk mengusulkan gelar kepahlawanan bagi Syafrudin Prawiranegara,” kata Anwar Mas`ud usai menjadi pembicara pada Dialog Kerakyatan yang digelar Dewan Pengurus Daerah KAMMI Banten di Serang.
Ia mengatakan, tim pengkaji tersebut terdiri dari para tokoh masyarakat, peneliti sejarah, akademisi dan Asda II Pemprov Banten.
Ia mengatakan, upaya mendorong penyematan gelar pahlawan bagi Syafrudin Prawiranegara telah dilakukan Pemprov Banten, diantaranya dengan menghelat peringatan satu abad Syafrudin Prawiranegara beberapa waktu lalu.
“Ada juga usulan lagi, bahwa tak hanya gelar kepahlawanan yang diusulkan bagi Sjafrudin, tetapi kami juga akan mengajukan agar Syafrudin diakui sebagai Presiden kedua RI. Usulan itu disampaikan para tokoh Banten diantaranya pak Nadjmudin Busro,” kata Anwar Mas`ud.
Sementara itu, sejarawan Banten Nadjmudin Busro mengatakan, gelar kepahlawanan bagi Alm Sjafrudin Prawiranegara juga harus diiringi pengakuan pemerintah bahwa Sjafrudin adalah Presiden RI kedua.
“Karena faktanya, Pak Sjafrudin memang menjadi Presiden RI selama enam bulan 12 hari di Bukit Tinggi, saat pemerintahan darurat. Tanpa kepemimpinan beliau saat itu, RI akan jatuh ke tangan Belanda lagi,” kata Najmudin Busro.
Gunting Sjafruddin
Sjafrudin adalah seorang pejuang masa kemerdekaan Republik Indonesia yang berjasa ikut “menyelamatkan” Indonesia dengan membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di mana ia juga sebagai Presidennya ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948.
Ia juga dikenal pejabat yang mencontohkan hidup bersih dan anti korupsi. Usai menyerahkan kembali kekuasaan PDRI nya, Menteri Keuangan tahun 1949-1950 dalam Kabinet Hatta itu pernah memotong uang gajinya sendiri bernilai Rp 5 lebih hingga separuh. Kebijakan moneternya dikritik dan dikenal dengan julukan ”Gunting Sjafruddin”.
Menariknya, meski peran Syafrudin yang juga dikenal sebagai tokoh Partai Islam Masyumi ini sangat penting di masa kemerdekaan dan dalam kehidupan negara Indonesia sosok dan kiprahnya seolah kurang dijelaskan di buku-buku sejarah Indonesia, khususnya untuk kalangan pelajar dan mahasiswa.
Seolah menutup mata atas perjuangannya, pemerintah juga terkesan lamban memberinya gelar kehormatan.*