Hidayatullah.com–Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia terus melakukan pembenahan diri. Hal ini diungkapkan H. Jamaludin Ahmad, P.Si terkait umur seabad organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini.
Salah satu permasalahan Muhammdiyah yang dinilai krusial keberadaan Muhammadiyah saat ini adalah keberadaan gerakan akar rumputnya (baca:ranting) yang mulai tidak produktif.
Selama ini menurutnya, Muhammadiyah disibukkan dengan urusan pengurus pusat (PP). Padahal menurutnya peran pengurus ranting (daerah) adalah lebih vital dari PP.
Karena itu ia berharap PP Muhammadiyah mau lebih serius memberikan perhatian dalam pembinaan gerakan Muhammadiyah pada tingkat ranting.
“Sebagai sebuah organisasi pusatnya Muhammadiyah adalah PP Muhammadiyah, tapi sebagai sebuah gerakan pusatnya Muhammadiyah adalah (pengurus) ranting,” jelas Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Muhammadiyah ini dalam kegiatan pengajian bulanan di kantor PP Muhammadiyah, Kamis (27/09/2012) kemarin.
Menurut Jamal, di Jakarta sendiri terdapat 218 ranting Muhammadiyah. Namun, ia mengaku prihatin karena dari jumlah sebanyak itu hanya 16 ranting Muhammadiyah yang aktif di Jakarta.
Dari situ ia menilai ada beberapa penyebab mengapa banyak ranting-ranting Muhammadiyah seakan jalan ditempat bahkan mati suri.
Alasan utama adalah gagalnya kaderisasi di Muhammadiyah. Kegagalan kaderisasi ini karena ranting – ranting tersebut gagal membuat program dakwah yang dinamis dan meremaja. Alhasil kebanyakan ranting diisi oleh pengurus yang sudah umur lanjut.
“Bayangkan ada sebuah ranting Muhammdiyah yang pengurus termudanya berumur 60 tahun,” tambahnya lagi.
Ia juga menilai, fokus pengajian Muhammadiyah yang terjebak pada rutinitas semata sebagai salah satu sumber penyebab ranting-ranting tersebut tidak produktif. Pengajian seharusnya bukan hanya membahas ritual, tapi pengajian Muhammadiyah juga harus mampu menggerakkan perubahan.
Kejenuhan masyarakat terjadi karena peran ranting Muhammdiyah terlalu asyik dengan dunia ritual tapi tidak menyentuh masalah dalam masyarakat. Padahal menurutnya Kiai Ahmad Dahlan adalah orang yang mampu menghidupkan pengajian Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan bukan hanya ritual semata.*