Hidayatullah.com–Muhammadiyah telah menjadi anggota International Contack Group (ICG) untuk terlibat dalam membantu proses perdamaian antara pemerintah Filipina dengan pihak Front Pembebasan Islam Moro (MILF). Pernyataan ini disampaikan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr Din Syamsudin.
Menurut Din, anggota ICG sendiri terdiri dari The Henry Dunant Centre (Geneva), The Asia Foundation Manila, Conciliation Resource (UK) serta perwakilan negara Turki, Jepang dan Saudi Arabia.
“Perundingan ini sendiri dilakukan di Kuala Lumpur karena fasilitatornya adalah Malaysia yang diwakilkan oleh Tengku Dato Abdul Gafar, “jelas Din Syamsudin dalam konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah, Selasa (10/10/2012) siang.
Muhammadiyah sendiri akan mengadakan informal talk antara MILF dan Moro National Liberalism Front (MNLF) yang diketuai Dr Nur Misuari di Bogor dalam waktu dekat. Hal ini terkait untuk menemukan titik temu antara faksi pejuang Islam (MILF) dan faksi perlawanan berbasis nasionalisme (MNLF) di Moro.
Sementara itu Dr Sudibyo Marcus, salah satu pengurus Muhammadiyah yang juga hadir dalam konferensi pers menegaskan bahwa perundingan sudah dimulai sejak tahun 2009. Setelah sebelumnya perundingan damai gagal pada bulan agustus 2008.
Menurutnya, tujuan dibentuknya ICG sendiri untuk mengawal proses perdamaian yang sering menemukan jalan buntu.
Sebelum ini, salah satu tuntutan MILF pada pemerintah Filipina adalah mengenai hak otonomi untuk membuat mahkamah Syariah di wilayah Moro. Di mana MILF sendiri ingin menjadikan keberadaan mahkamah Syariah di Aceh Indonesia sebagai rujukannya.
“Kegagalan perundingan damai selalu disebabkan adanya kesalahan redaksi dalam nota kesepakatan damai, satu kata salah dan membingungkan saja baik pihak Filipina maupun Moro pasti akan menolak gencatan senjata, “ jelas Sudibyo.
“Salah satu perbedaan pendapat itu karena tuntutan Moro memang mengenai penerapan Qanun (perundang-undangan dalam hukum Islam) seperti di Aceh, sementara pemerintah Filipina meminta aturan hukum ada dibawah kontrol kepolisian pusat di Manila, “ tambahnya lagi.
Menurut peneliti konflik, Dr Rudi Sukandar hal vital yang saat ini sangat diperlukan masyarakat Moro adalah pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan. Selain itu juga fakta kristenisasi membuat faksi MILF sulit mempercayai keberadaan MNLF dan pemerintahan Filipina.
“Masyarakat Muslim yang sebelumnya 74% kini sudah menjadi 28%,” jelasnya.
Seperti diketahui, Muhammadiyah ikut berperan aktif menjembatani pertemuan Organisasi Pembebasan Muslim Moro Filipina Selatan (MILF) dengan pihak pemerintah Filipina yang telah terlibat konflik bersenjata.
Dan hari Ahad, (07/10/2012) lalu, pemerintah Filipina dan pejuang Muslim telah menyepakati kesepakatan damai untuk mengakhiri konflik 40 tahun yang telah menewaskan lebih dari 120.000 orang.*