Hidayatullah.com—Kasus penggerebekan anggota Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88) terhadap sejumlah orang yang diduga pelaku “teror” di Kampung Batu Rengat RT 02/08 Desa Cigondewah Hilir, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, membuka keprihatian organisasi kemanusiaan Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI).
Menurut PUSHAMI, aksi Densus sekitar pukul 11.00 WIB, Rabu (8/5/2013) dinilai masih menggunakan praktik extra-judicial killings, membunuh menggunakan senjata tanpa Standard Operational Procedure (SOP).
Densus 88 dengan segala fasilitasnya, dinilai telah menjadi pelaku inpunitas (pelaku penghilangan nyawa yang lolos dari investigasi tanpa proses hukum) dan pelanggar HAM berat. Sementara kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh oknum Densus 88 sampai saat ini masih berlajut dan belum ada yang bisa menghentikannya.
“Sampai detik ini, masih banyak praktik impunitas dalam bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh Densus 88 di dalam tahanan maupun diluar tahanan terhadap para “terduga” teroris.
Lalu apa gunanya pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture) dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Penyiksaan pada 28 September 1998,” demikian rilis PUSHAMI yang ditandatangi M.Yusuf Sembiring, SH, MH, selaku Direktur Kontra Terorisme dan Kontra Separatisme sebagaimana dikirim kepada hidayatullah.com, Kamis (09/05/2013).
Menurut PUSHAMI, atas hal – hal tersebut Densus seringkali melakukan klaim terhadap kelompok Islam tertentu bagian dari kelompok ini dan itu tanpa bukti yang jelas. Melakukan prakondisi terhadap kasus terorisme. Dan seringkali meyalahgunakan kewenangannya untuk memaksa terduga teroris mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.
Dengan memperhatikan Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah beberapa kali diamandemen sebagai Konstitusi Negara, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, maka PUSHAMI memberikan pertanyaan sikap.
Pertama, menghimbau kepada seluruh segenap saudara saudari kami berkewarganegaraan Indonesia (WNI) yang telah mendapatkan perlakuan diskriminasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) baik terhadap diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya sebagaimana diatur dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) akibat dampak dari fitnah terorisme dan atau teror di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) oleh Densusi 88 ini, segera melapor pada pihaknya agar bisa diteruskan ke jalur hukum sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, mendesak DPR khususnya Komisi III untuk segera membentuk panja kemudian dilanjutkan dengan proses hukum kepada KaDensus 88, Bareskrim Mabes Polri dan BNPT, karena jelas dan tegas telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan terhadap personil Densus sebagai aparat kepolisian penegak hukum NKRI yang telah melakukan penembakan harus ditindak tegas sebagaimana pula diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Tentang pengadikan Hak Asasi Manusia.*