Hidayatullah.com– Wartawan senior Amran Nasution menilai posisi pers di Indonesia masih ketinggalan. Penilaian ini didasari fenomena subyektifnya media-media massa pada Pilpres 2014 yang disebutnya seperti kampanye tim sukses.
“Itu sangat menyedihkan. Jadi mestinya media itu kan tidak usah berpihak ya. Sehingga berita-beritanya bisa terus obyektif,” ujarnya saat dihubungi hidayatullah.com di Jakarta, Selasa (15/07/2014) malam.
Amran bahkan sempat menyebut media-media nasional yang dinilainya ikut tidak obyektif. Di antara yang disebutkan adalah Kompas, detik.com, Tempo, Metro TV, dan TV One.
“Metro TV dukung Jokowi, TV One dukung Prabowo. TV One kalau (memberitakan) tentang Jokowi seperti Kompas memberitakan Prabowo, pasti menyerang. Metro TV terutama yang paling parah, beritanya betul-betul kayak juru kampanye, kan,” ulasnya.
Menurut Amran, pers Indonesia misalnya kalah dengan pers di Amerika. Di negara ini, tuturnya, meskipun ketika pemilu sejumlah media menyatakan berpihak pada satu kandidat, tapi pemberitaan mereka tidak berpihak.
“Coba Anda bandingkan dengan Kompas, itu berita itu jadi berita partisan, (termasuk) majalah Tempo. Jadi, pemirsa, pembaca yang mau cari berita yang objektif dari mana gitu. Yang dirugikan pembaca gitu loh,” ungkap mantan redaktur pelaksana (Redpel) Tempo sebelum dibredel pada 1994 ini.
Masyarakat Berhak Boikot Media
Amran menyarankan, bagi masyarakat yang merasa dirugikan, berhak melakukan protes. “Kalau perlu lakukan boikot, jangan baca koran, jangan nonton TV! Seminggu aja, kan bangkrut gitu,” sarannya.
Ketika ditanya mengapa banyak media dan pemiliknya yang berpihak ke salah satu kandidat Pilpres 2014, Amran mengaku tak mengerti.
Namun, dia merasa aneh. Selama tiga kali pemilu langsung belakangan ini –dua kali sebelumnya pada pilpres yang diikuti SBY–, baru pada tahun Pemilu 2014 media massa benar-benar tidak obyektif.
“Baru ini saya lihat yang kayak begini, semua (media) betul-betul berpihak. Bukan berpihak, tapi menurut saya semua jadi tim sukses,” ujarnya lantas tertawa.
“Kita baca detik.com, kan, jadi (juru kampanye). Terus-terus aja Jokowi yang (dianggap) benar, padahal Jokowi banyak masalah. Seakan-akan Jokowi sudah kayak malaikat,” sindir mantan redaktur majalah Gatra ini.
“Fenomena ini menunjukkan pers kita masih ketinggalan, suka berpihak, (dan) sulit bersikap obyektif,” tambahnya memungkas.*