Hidayatullah.com—Masih rendahanya kedudukan ilmu dan ulala di mata masyarakat dikarenakan cata media massa menempatkan ilmu dan ulama kurang tepat. Padahal dahulu mereka menjadi rujukan utama dan sangat dihormati.
“Para ulama dan umat Islam mengkader masyarakat di Pesantren, untuk diturunkan berdakwah dan melawan penjajahan,” demikian ungkap Dr Syamsudin Arif MA pada hari Sabtu 20 Agustus 2015 di depan mahasiswa Ma`had `Aly Imam Al Ghazaly (MAIG) Solo.
Menurutnya selama media salah menempatkan para ahli-ahli agama secara tidak tepat. Ulama atau ahli agama selama ni tidak ditempatkan secara benar oleh media massa.
Dalam perkulian perdana MAIG itu, dia mengatakan, dulu pendidikan pesantren memiliki tempat yang tinggi di dalam masyarakat kita. Karena bentuknya yangideal dan menjadi basis perjuangan bagi umat Islam di Indonesia.
Ia juga menyayangkan kepada sebagian besar dari masyarakat Muslim, yang masih berpandangan dan memberikan kepercayaan berlebihan kepada pendidikan Barat, yang sebenarnya memiliki banyak permasalahan dan tidak memberikan porsi pada pendidikan Islam. Sehingga muncul kemudian ilmuan yang ahli dalam bidang umum, namun tidak mengerti tentang Islam.
“Banyak profesor bidang umum, tapi ilmu agamanya seperti anak TK, beragama hanya dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan wajib saja, tapi tidak memiliki pemahaman dan sumbangsih terhadap Islam,” jelas Dr Syamsuddin Arief, Profesor Madya di Pusat Pengajian Lanjutan Islam, Sains dan Tamadun (CASIS), Universiti Teknologi Malaysia ini.
“Anak-anak umat Islam yang cerdas dimasukkan orangtuanya di sekolah tinggi negeri umum dan di Barat, bagaimana mau mengharap ustad-ustad yang bermutu, jika anak-anak terbaik disekolahkan ke sana,” tegas doktor yang menguasai 7 bahasa asing ini.
Ia juga mengungkapkan bahwa saat ini juga banyak ditemukan para ahli di berbagai bidang umum, yang dianggap sebagai kelas terdidik, tapi sebenarnya ia error alias palsu.
“Ada profesor yang error, ada guru yang error, adapula suami yang error, yaitu orang-orang tidak beradab,” tambahnya.
Oleh sebab itu ia mengingatkan, tentang apa yang menjadi sebab permasalahan tersebut, dengan sebuah pengibaratan.
“Makanan itu ada yang berbahaya, karena ia mengandung zat kimia dan bahan pengawet, yang dapat merusak sel-sel dan organ dalam tubuh kita. Sama halnya dengan ilmu, ada ilmu yang berbahaya dan dapat merusak sel-sel aqidah dan keyakinan kita,” jelasnya.
“Ilmu itu penting, tapi teknik atau metode lebih penting, sebab ia menjadi jalan penyaluran ilmu. Teknik itu penting, tapi guru lebih penting, sebab ia sebagai sumber ilmu. Guru itu penting, tapi jiwanya guru lebih penting, sebab jiwanya guru itu yang menggerakkan, dengan kesungguhan, pengorbanan dan keikhlasannya untuk memberikan ilmu,” tambahnya.*/ Galih Bambang