Hidayatullah.com –Pemikiran tentang Sunda Wiwitan yang dianggap sebagai agama asli Sunda dinilai hanya pemikiran sumir. Apalagi ada yang sampai mengklaim bahwa budaya Sunda terdiri dari 3 ajaran, yakni Wiwitan, Hindu dan Budha.
Demikian disampaikan Dr. Tiar Anwar Bachtiar, peneliti sejarah Indonesia kepada hidayatullah.com, Senin, (11/01/2016).
“Dedi menggunakan data sejarah yang sumir tentang Sunda Wiwitan. Data apa yang digunakan untuk memastikan bahwa agama asli Sunda adalah Sunda Wiwitan? Siapa tokoh agama Sunda Wiwitan, apa ajarannya, dari buku apa diambilnya, semuanya tidak punya bukti sejarah yang jelas,” ujarnyanya.
“Jadi, ini semacam klaim tanpa dasar. Atau dengan kata lain, ia percaya mitos,” lanjutnya.
Soal Hindu-Budha, kata Tiar, klaim Dedi juga dinilai tidak ilmiah sama sekali.
“Kalaupun benar ada fase Hindu dan Budha, belum tentu tidak menghapus kepercayaan sebelumnya. Banyak sekali konsep-konsep budaya Sunda yang dipengaruhi agama ini. ini bisa dilihat dalam karya sastra dan seni warisan Sunda zaman itu,” jelasnya.
Lalu menyangkut soal islamisasi, pria yang juga Ketua PP Pemuda Persis ini menilai pihak yang menyebut hubungan itu dinilai tidak pernah membaca karya-karya ilmiah yang serius, dan justru terkesan lebih terpengaruh mitos.
“Dia malah terpengaruh mitos sarjana Belanda bahwa Islam hanya tempelan atau pelitur. Bedanya kalau sarjana Belanda merujuk pada Hindu dan Budha sebagai akar karena fasenya lebih dekat dan banyak peninggalannya, Dedi malah merujuk pada Sunda Wiwitan yang tidak jelas referensi sejarahnya,” ungkap Tiar.
Untuk itu, menurut Tiar, ungkapan kepada pihak yang suka memberi pernyataan menyesatkan justru menunjukkan ketidakpahamannya terhadap sejarah dan budaya, tetapi mengaku sebagai sangat tahu.
“Ini barangkali yang disebut Imam Ghazali sebagai kebodohan ganda, atau jahlul murokkab,” pungkasnya.
Sebelumnya beredar ungkapan yang diklaim berasal dari Facebook Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi yang mengatakan bahwa Sunda Wiwitan adalah agama asli Sunda, sedangkan Islam hanyalah tempelan yang dipaksakan.
Pernyataan itu baru-baru ini beredar di dunia maya dan melahirkan berbagai tanggapan.*