Hidayatullah.com– Pemerintah melalui Kemenkopolhukam mengadakan Simposium Nasional bertema “Membedah Tragedi 1965 Melalui Pendekatan Sejarah” pada Senin-Selasa (18-19/04/2016) di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Simposium yang digagas Forum Silaturahmi Anak Bangsa ini mempertemukan korban tragedi 1965, sejarawan, mantan jenderal TNI, dan sejumlah tokoh lembaga yang berada di pusaran peristiwa berdarah tersebut.
Lewat simposium ini pemerintah berharap konflik dapat diurai dan trauma masa lalu bisa dipulihkan, serta dapat diletakkan dengan benar dalam prespektif sejarah.
Dalam sambutannya, Menkopolhukam Luhut B. Panjaitan mengatakan, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Ia juga mengimbau untuk sepatutnya menyelesaikan masalah bangsa ini tidak di tempat lain.
Menurut Luhut, simposium merupakan upaya pemerintah Indonesia berdamai dengan sejarah, namun tidak berarti meminta maaf.
“Kami tidak sebodoh itu. Kami tahu apa yang akan kami lakukan, dan apa yang terbaik bagi negeri ini. Saya sebagai Menkopolhukam mempertaruhkan kredibilitas untuk menjaga simposium berjalan transparan,” ujarnya, Senin.
Ia berpesan kepada seluruh peserta untuk berani mengemukakan secara terbuka. Walaupun, kata dia, pasti ada pro-kontra selama Simposium Nasional Tragedi 1965 berlangsung.
Simposium Ditolak
Sementara itu, di luar hotel terjadi aksi demo menolak simposium. Belasan massa dari Front Pancasila tersebut datang dari arah Menteng menuju Tugu Tani (seberang hotel).
Salah seorang orator, Alfian Tanjung menilai, simposium dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan legitimasi bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebagai korban pelanggaran HAM.
“Jadi hari ini sedang terjadi simposium sinetron yang dimainkan oleh pihak yang namanya PKI,” koar Alfian melalui pengeras suara mobil komando.
Ia juga menganggap, simposium tersebut merupakan rangkaian dari rakornas sekelompok orang yang mengaku sebagai korban tragedi 1965 yang dimainkan oleh Bejo Untung di Cisarua, Bogor pada 14-16 April lalu. Acara ini tidak jadi diselenggarakan karena mendapat penolakan dari beberapa kelompok massa, yang kemudian agenda itu diadakan di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Pantauan hidayatullah.com di lokasi aksi Front Pancasila, pihak kepolisian mencoba mengarahkan demonstran ke Patung Kuda. Namun, massa menolak dan bersikukuh menuju Tugu Tani.
Akhirnya terjadi bentrok dan tarik menarik atribut antara massa dan kepolisian yang sempat membuat arus lalu lintas sekitar lampu merah Tugu Tani terhenti sesaat.
Dua orang diamankan, dan massa digiring menuju kawasan Monas arah Patung Kuda oleh puluhan aparat dan barisan polisi bermotor.*