Hidayatullah.com– Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menyoroti tindakan kepolisian yang menangkap Nurul Fahmi (NF), pembawa bendera bertuliskan kalimat tauhid (Laa Ilaha Illallah).
Kabid Pemenuhan Hak Anak LPA Indonesia, Reza Indragiri Amriel, mempertanyakan, apakah penahanan merupakan satu-satunya langkah hukum yang sudah semestinya dikenakan terhadap sosok yang dikenal cerdas dan religius itu.
Pasalnya, kata Reza dalam keterangan diterima hidayatullah.com di Jakarta, Senin (23/01/2017), Nurul Fahmi baru saja menyandang status sebagai ayah alias anaknya baru lahir beberapa hari sebelum penangkapan itu.
Diketahui, putri cantik Nurul Fahmi, Hafidzah Nur Kaila (16 hari) lahir dari rahim sang ibu, Anisah (22), pada 8 Januari 2017, sepekan sebelum penangkapan itu, Kamis (19/01/2017).
Menurut LPAI, penyikapan hukum terhadap penghafal al-Qur’an berusia 29 tahun itu sudah sepantasnya juga menyertakan pertimbangan terhadap anak dan istrinya.
Pembawa Bendera ‘Tauhid’ yang Ditangkap Polisi itu Selesaikan Hafalan Quran di Madinah
Reza menambahkan, istri Nurul Fahmi yang baru saja melahirkan mengalami perubahan fisik secara drastis; fluktuasi hormon, kurang tidur, dan berbagai kesibukan fisik luar biasa serta belum stabilnya kondisi psikis.
Ibu yang baru melahirkan juga bisa mengalami depresi postpartum. Agar bisa melalui kondisi-kondisi tersebut secara baik, kehadiran suami di samping istri menjadi sesuatu yang sangat penting.
“Bayi membutuhkan kehadiran ayah guna membangun basis rasa aman dan sosialisasi dengan individu-individu lain seiring pertambahan usianya. Keterlibatan ayah sedini mungkin sejak anak dilahirkan juga mendukung perkembangan bahasa dan ketajaman kognitif anak,” jelasnya.
Karenanya, terang Reza, apabila proses hukum terus berlanjut, maka alih-aih menahan Nurul Fahmi, lebih bijak dan manusiawi kiranya jika kepada yang bersangkutan sebatas dikenakan wajib lapor.
“Langkah-langkah diskresi kepolisian pada keadaan-keadaan tertentu juga akan menghadirkan kesejukan tersendiri,” tandasnya.
Polemik tentang Bendera Merah Putih, Kepolisian Dinilai Tebang Pilih
Terkait Gerakan Nasional Revolusi Mental
Reza menjelaskan, Indonesia lewat berbagai legislasi menegaskan, perlindungan anak sebagai agenda besar yang diarus-utamakan pada seluruh dimensi kehidupan masyarakat.
Inpres Gerakan Nasional Revolusi Mental yang baru dirilis pada Desember 2016 lalu, bahkan memuat satu poin khusus tentang penciptaan lingkungan ramah anak dengan rumah dan sekolah sebagai pondasinya.
Jangan Ketidaksukaan terhadap Satu Kelompok, Dikejar Kasusnya Agar Bisa Melanggar Hukum
“Dalam kasus NF, pengarus-utamaan itu seyogianya juga diterapkan pada pertimbangan sebelum otoritas penegakan hukum menahan NF,” ujarnya.*