Hidayatullah.com– Masyarakat dan ulama Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, dihebohkan dengan adanya kasus dugaan kristenisasi yang menyasar ribuan anak usia sekolah dasar (SD).
Kejadian itu, ungkap Ketua Umum Aliansi Advokat Muslim NKRI, Alkatiri, bermula saat diselenggarakannya sosialisasi bertajuk JSN 45/wawasan kebangsaan, LSD, dan pembagian hadiah oleh Yayasan Sejahtera Bangsa Mulia (SBM) bekerja sama dengan DHC Kejuangan 45 Sumenep pada 21 hingga 23 Februari 2017 lalu.
Kegiatan yang rencananya dilakukan di 15 SD, 1 SMP, dan 1 panti asuhan itu, ungkapnya, gagal dilanjutkan karena ditemukannya buku Bibel, mainan anak-anak bertuliskan “Yesus”, kalung Salib, dan makanan kedaluwarsa dalam kotak hadiah yang dibagikan, yang diketahui berasal dari luar negeri, yakni Amerika dan Australia.
Baca: Cegah Pemurtadan, Arimatea Perkenalkan Simbol-simbol ‘Kristenisasi’
Paket kotak sepatu itu, lanjutnya, telah tersebar sebanyak 1.385 buah dari sembilan SD Negeri. Di antaranya, SDN Pabian III, SDN Pabian IV, SDN Pangarangan VII, SDN Marengan Daya III, SDN Kalimo’ok II, SDN Lalangan I, SDN Mandikg Laok I, SDN Manding Timur II, serta SDN Jaba’an I.
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polres Sumenep oleh Abu Sufyan dari Gerakan Umat Islam Sumenep, Ach. Farid Azziyadi dari LSM Gugus Anti Korupsi Indonesia (GAKI), dan dr. Anwar Luthfi dari Komisi Nasional Anti Pemurtadan (KNAP).
Hanya saja, masih menurut Alkatiri, setelah dilakukan penyelidikan berdasarkan surat Sprinlidik/28/II/2017/Reskrim tanggal 22 Februari 2017, kepolisian menganggap aktivitas sosialisasi dan pembagian hadiah yang dilakukan oleh Yayasan SBM dan DHC Kejuangan 45 tidak memenuhi unsur pidana.
Baca: Gerakan Kristenisasi di Riau Didukung Majalah “Menara Pengawal” dan “Sadarlah”
Kemudian, lanjutnya, pengadu dan masyarakat Sumenep yang tidak terima dan yakin telah terjadi upaya pemurtadan yang melanggar undang-undang melaporkan kasus tersebut, sekaligus meminta bantuan kepada Aliansi Advokat Muslim NKRI.
Alkatiri membenarkan hal itu dan meminta kepolisian mengkaji ulang mengenai hasil penyelidikan kasus tersebut.
“Kami datang dan memberi masukan serta pemahaman kepada Polres Sumenep karena tidak memasukan pasal yang ada unsur pidananya, yakni tentang perlindungan anak,” ujarnya saat dihubungi hidayatullah.com belum lama ini.
Alkatiri menyebut, terdapat beberapa pelanggaran dan pasal yang bisa dikenakan terhadap dugaan upaya pemurtadan tersebut. Di antaranya, Pasal 86 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Disebutkan dalam pasal itu, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas kemauannya sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut belum berakal dan belum bertanggung jawab sesuai dengan agama yang dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta rupiah.
Baca: Hadang Kristenisasi, BEM STEI Tazkia Gandeng IMS Gelar Bakti Sosial
Selain itu, terang Alkatiri, dalam aduan masyarakat juga meminta kepolisian menindak Kepala Dinas Pendidikan Sumenep yang telah memberi izin kegiatan tersebut.*