Hidayatullah.com– Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran versi panja Komisi I DPR, yang mencantumkan larangan iklan rokok di media penyiaran, dihapus oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Merespon hal ini, Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau menyayangkan dan menolak sikap Baleg DPR tersebut.
Sebabnya, iklan rokok dinilai mendorong orang untuk mulai merokok, meningkatkan konsumsi rokok, menghambat orang berhenti merokok, serta memberi kesan glamor dan normal terhadap perilaku merokok.
Baca: Dinilai Cukup Kuat Pengaruhi Anak, YPMA Minta Iklan Rokok Dilarang
Padahal merokok, kata mereka adalah perilaku yang tidak sehat dan menyebabkan berbagai penyakit dan gangguan serius di tengah masyarakat.
Daniel Awigra dari Human Rights Working Group yang tergabung dalam Koalisi, menilai, rokok selain besifat adiktif, juga memiskinkan.
“Kalau teman-teman pro rakyat miskin, seharusnya DPR ini juga melindungi kelompok rentan, miskin, anak-anak, perempuan, dari paparan asap rokok di ruang-ruang maya televisi, internet, dan sebagainya,” ujarnya dalam konferensi pers “Pembajakan Kepentingan Publik dalam Revisi UU Penyiaran” di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (04/07/2017).
Baca: Pencabutan Larangan Iklan Rokok, Ketum Pemuda Muhammadiyah: Itu Legalisasi Hoax
Kurniawan dari Indonesia Institute for Social Development (IISD) membacakan sikap Koalisi Nasional itu. Yakni menolak hasil rapat harmonisasi Baleg DPR yang menghapus larangan iklan rokok di RUU Penyiaran.
Kemudian, Koalisi memberikan dukungan kepada Komisi I untuk mempertahankan draft panja yang mencantumkan larangan iklan rokok di media penyiaran.
Koalisi pun menuntut Baleg DPR untuk berpihak kepada kepentingan publik dengan mengembalikan larangan siaran iklan promosi rokok dalam draft RUU Penyiaran.* Andi