Hidayatullah.com– Jurnalis Dandhy Dwi Laksono menyatakan, tulisannya soal “Suu Kyi dan Megawati” yang kini dilaporkan ke kepolisian oleh Dewan Pimpinan Daerah Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur, konsen membahas persoalan kemanusiaan yang menimpa Myanmar dan dalam negeri Indonesia.
Ia menyebut, dengan adanya kasus Rohingya saat ini, membuat Indonesia perlu belajar dan mengingat kembali bahwa negeri ini mempunyai persoalan serupa seperti di Aceh dan Papua.
“Di situlah saya merasa perlu menulis masalah yang hampir elementer sama dengan Rohingya. Tentang kemanusiaan, pelanggaran HAM, pendekatan keamanan, tindak kekerasan dan militerisme, serta pemerintahan sipil yang melakukan penyelesaian masalah dengan menunggunakan kekerasan,” ujarnya di Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jakarta, kemarin.
Dalam tulisan yang membandingkan antara pimpinan de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan mantan Presiden RI Megawati Soekarnoputri, Dandhy mengatakan, ada persamaan keduanya sebagai ikon demokrasi di negara masing-masing. Yang mana sebelumnya keduanya pernah mengalami tindakan represif dari militer, namun ketika keduanya berkuasa dan memenangkan pemilu, mempunyai persoalan kekerasan sipil.
“Yang dianggap melindungi malah sebaliknya,” imbuhnya.
Baca: Tulisan Tentang “Suu Kyi dan Megawati”, AJI Nilai Bukan Ujaran Kebencian
“Karena mustahil kita bicara kemanusiaan di (wilayah keberadaan) Rohingya sementara kita di Indonesia punya masalah yang sama yang saya pikir perlu perhatian. Meskipun momennya tidak bersamaan tetapi di masa yang akan datang bisa belajar dari kasus itu,” lanjut Dandhy.
Penyebutan keduanya, dikatakan Dandhy, tidak terhindarkan karena merupakan fakta. Dan sebagai opini jurnalistik, ia menilai harus menyertakan kaidah 5W1H.
Hanya saja, ia menyesalkan langkah yang ditempuh pelapor dengan membawanya ke jalur hukum. Dandhy mengaku, beberapa karyanya menimbulkan reaksi balik, seperti halnya film Samin vs Semen yang ditanggapi dengan film yang sejenis.
Termasuk ketika tahun 2014, saat menjabat Ketua Divisi Penyiaran AJI, Dandhy melakukan kritik keras salah satu stasiun televisi swasta yang dinilai berpihak saat Pemilihan Presiden (Pilpres), yang kemudian ia ditantang debat oleh pimpinan redaksi TV tersebut.
“Bisa ditonton di Youtube bagaimana jalannya perdebatan selama hampir dua jam. Itu masih dalam koridor demokrasi,” ungkapnya.
Karenanya, Dandhy berharap Repdem serta pendukung Presiden Joko Widodo dan Megawati yang tidak setuju dengan tulisan “Suu Kyi dan Megawati” agar melakukan hal yang sama.
“Tapi ini tidak, langsung ke polisi,” tandasnya.
Dandhy merasa, bahwa banyak yang tidak setuju dengan karya-karyanya adalah suatu yang tidak masalah. Dikarenakan menurutnya ini merupakan ruang yang terbuka untuk pertukaran ide.
“Sejauh ini adalah respons paling tidak demokratik yang saya terima,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dandhy dilaporkan dengan tuduhan menghina dan menebarkan kebencian pada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi.
“Kami menilai ada upaya penggiringan opini bahwa Megawati sama dengan Aung San Suu Kyi pada konteks lebih mengutamakan kekerasan dalam memerintah,” kata Ketua Repdem Jawa Timur Abdi Edison beberapa waktu lalu.
Abdi menganggap tulisan “Suu Kyi dan Megawati” itu sangat tendensius dan berupaya menggiring opini terhadap Ketua Umum PDIP. Repdem merupakan organisasi sayap PDIP.*