Hidayatullah.com– Tahun 2018 adalah tahun politik. Dimana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan dihelat. Tahun depan pun demikian, akan digelar pemilihan presiden.
Isu politisasi agama yang kerap mewarnai ajang demokrasi itu, menjadi sorotan Menteri Agama Menteri Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan kata sambutan di acara pembukaan Kongres Ulama Muda Muhammadiyah kemarin.
Mengenai isu tersebut, Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal, menjelaskan, politisasi agama lebih kepada menjadikan simbol-simbol agama sebagai komoditas politik untuk merekayasa opini umat demi kemenangan suara.
Contohnya, kata dia, “Orang yang selama ini sebetulnya sangat jauh dari aspirasi umat Islam, bahkan berhadap-hadapan dengan umat Islam, tapi pada masa-masa Pemilu dia menampilkan simbol-simbol Islam sedemikian rupa. Baik langsung atau tidak langsung ini manipulasi opini masyarakat,” terangnya saat ditemui hidayatullah.com di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Selasa (30/01/2017).
Baca: KH Afifuddin Muhajir: Berpolitik dengan Bimbingan Agama itu Bagus
Kalau ada ulama yang menyampaikan ayat larangan memilih pemimpin non-Muslim kepada jamaahnya, menurut Fathurrahman, itu bukan bentuk politisasi agama, melainkan amanah agama dan haknya yang dijamin oleh konstitusi. “Jadi konstitusional,” ucapnya.
Hanya saja, kata dia, penyampaian aspirasi tersebut tidak boleh diiringi agitasi, pemaksaan, merendahkan agama lain, dan melahirkan kebencian kepada orang lain.
“Yang tidak boleh sekali lagi saya tekankan, merekayasa atau mereproduksi kebencian atas nama agama,” tutupnya.* Andi