Hidayatullah.com—Seorang wanita yang dipaksa menjalani proses sterilisai di tahun 1970-an, saat berusia 15 tahun, menggugat pemerintah Jepang.
Wanita yang tidak disebutkan namanya itu merupakan satu dari 25.000 orang yang menjalani prosedur itu berdasarkan undang-undang eugenika yang sekarang tidak lagi berlaku, lapor BBC Selasa (30/1/2018). Akibat sterilisasi yang dijalaninya, dia kehilangan dua ovarium.
Para korban itu distrilisasi karena mereka dinyatakan mengalami gangguan jiwa atau mengidap lepra.
Sekitar 16.500 dari mereka diduga menjalani operasi tersebut tanpa seizin dan sepengetahuannya. Usia mereka yang termuda sekitar 9 tahun.
Wanita penggugat tersebut, sekarang berusia 60-an tahun, mengambil tindakan hukum tersebut setelah mengetahui bahwa di tahun 1972 dia menjalani sterilisasi setelah didiagnosis mengalami penyakit keurunan “keterbelakangan mental”.
Dia mengalami gangguan mental setelah menjalani operasi bibir sumbing saat bayi, lapor media Jepang.
Wanita iu dikabarkan menuntut ganti rugi 11 juta yen, dengan alasan hak asasinya telah dilanggar pemerintah. Gugatan seperti ini merupakan yang pertama kalinya di Jepang.
“Kami telah melewati hari-hari yang memilukan. … Kami bangkit berdiri untuk menjadikan masyarakat ini lebih cemerlang,” kata wanita itu dalam konferensi pers.
Menteri Kesehatan Jepang Katsunobu Kato menolak memberikan komentar perihal kasus itu, dengan mengatakan pihaknya belum memiliki informasi lengkap tentangnya.
Seorang pejabat di kementerianitu mengatakan kepada AFP bahwa pemerintah akan menemui satu persatu korban sterilisasi paksa yang membutuhkan sokongan, tetapi tidak ada rencana untuk menanggapi kasus itu secara umum.
UU eugenika (upaya memperbaiki ras manusia dengan membuang orang yang cacat dan memperbanyak orang sehat) yang dijadikan dasar operasi sterilisasi itu berlaku dari tahun 1948 sampai 1996.
Jerman dan Swedia, yang juga pernah memiliki undang-undang eugenika, telah meminta maaf kepada korban dan membayar uang kompensasi kepada mereka.*