Hidayatullah.com– Meski sudah mendapatkan banyak penolakan bahkan somasi, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi di Sumatera Barat masih kukuh melarang cadar, yang dalam surat edaran terbarunya diganti dengan kata “penutup wajah”.
Pakar Hukum Prof Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pemakaian cadar adalah hak setiap orang untuk menggunakan pakaian yang diyakininya sebagai sebuah perintah agama.
Meski ia termasuk yang tidak menganut pandangan cadar itu wajib, tapi ia menghormati keragaman penafsiran atau pemahaman dan pelaksanaan dari ajaran agama Islam mengenai cadar.
“Itu hak yang harus dihormati,” tegasnya saat dihubungi hidayatullah.com, Jumat (23/03/2018).
Baca: Pakar Hukum: Larangan Cadar IAIN Bukittinggi Melanggar Konstitusi
Karena itu, kata Yusril, tidak semestinya pemakaian cadar dilarang. Sebab itu bagian dari hak asasi yang diatur oleh Undang-Undang Dasar.
“Jadi hak konstitusional yang diberikan Undang-Undang Dasar itu tidak bisa dikesampingkan oleh satu aturan kebijakan yang dibuat oleh perguruan tinggi,” terangnya.
Yusril menegaskan, otoritas kampus tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
Undang-Undang pun, kata dia, tidak bisa menyampingkan hak yang diberikan konstitusi. Kecuali dalam keadaan perlu dilakukan pembatasan. Seperti misalnya hak asasi manusia (HAM) yang absolut karena diatur UUD. Undang-Undang bisa membatasi pelaksanaannya demi kepentingan orang-orang lain.
“Tapi kalo mengenai orang pakai cadar, enggak ada keperluannya,” ucapnya.
Baca: Amnesty International: Larangan Cadar IAIN Bukittinggi Melanggar HAM
Karena itu, menurutnya, larangan cadar itu semestinya dicabut.
“Kalau (bentuknya) peraturan, daripada kita ribut, dibawa aja ke Mahkamah Agung, suruh batalin,” sarannya.
Tapi kalau larangan cadar dalam bentuk surat edaran, kata dia, abaikan saja. Sebab tidak punya kekuatan hukum.* Andi
Baca: Komnas HAM: Pemakai Cadar Punya Hak Asasi, Harus Diakomodasi