Hidayatullah.com– Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memperjuangkan diberlakukannya larangan poligami bagi pejabat publik di tingkat eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga aparatur sipil negara (ASN).
“PSI tidak akan pernah mendukung poligami. Tak akan ada kader, pengurus, dan anggota legislatif dari partai ini yang boleh mempraktikkan poligami,” ujar Ketua Umum PSI Grace Natalie di sela pidato politiknya pada Festival 11 di Surabaya, semalam, Selasa (11/12/2018).
Ia menegaskan akan memperjuangkan revisi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang membolehkan poligami.
Menurutnya, riset LBH APIK tentang poligami menyimpulkan bahwa pada umumnya praktik poligami menyebabkan ketidakadilan, termasuk menyakiti perempuan anak yang ditelantarkan.
“PSI tidak ingin negara secara tidak langsung melanggengkan ketidakadilan terhadap perempuan, dan kami percaya perjuangan keadilan dan penghapusan diskriminasi harus dimulai dari keluarga, dari rumah,” ucapnya.
Sementara itu, perjuangan revisi atas UU 1/1974 menjadi satu dari sejumlah langkah yang dilakukan PSI jika lolos ke parlemen hasil Pemilihan Umum Legislatif 2019.
Baca: Instruksi HRS: Tenggelamkan Parpol Pendukung Penista Agama
Langkah lainnya, lanjut dia, PSI akan memperjuangkan agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang sudah dua tahun berhenti di DPR segera disahkan, agar menjadi payung hukum untuk melindungi dan memberikan bantuan ketika perempuan menjadi korban kekerasan.
Selain itu, PSI akan mendukung kenaikan batas usia pernikahan menjadi 18 tahun, mendorong aturan yang memudahkan perempuan untuk bekerja dengan mengalokasikan anggaran negara mendirikan tempat-tempat penitipan anak.
Festival 11 yang diselenggarakan di Jatim Expo Surabaya dihadiri sekitar 1.000 pengurus, calon anggota legislatif, kader dan simpatisan PSI dari sejumlah daerah di Jatim.
Menanggapi hal itu, Koordinator This is Gender, Dr Dinar Dewi Kania, menjelaskan, syariat Islam secara jelas sudah membolehkan poligami. Jadi jika ada praktiknya yang bermasalah, itu tidak otomatis menjadikan ajaran Islam jadi bermasalah dan harus digugat atau digugurkan.
“Kegagalan poligami yang diamalkan sebagian umat Islam biasanya memang karena dilaksanakan dengan cara-cara yang menyimpang dari yang diajarkan Rasulullah. Akhirnya yang mendapat citra buruk Islam itu sendiri.
Jadi yang perlu dipahamkan kepada umat Islam adalah bagaimanakah praktik poligami yang benar dan sesuai syariat Islam? Terutama dalam bab niat, ini sangat harus hati-hati jangan sampai karena hawa nafsu, riya, ataupun karena kesombongan,” ujarnya kepada hidayatullah.com saat dimintai tanggapan, Rabu (12/12/2018).
Baca: Ombudsman Dinilai Terapkan Standar Ganda soal PSI dan Tanah Abang
Ia menilai PSI cuma ingin menjajakan suatu isu yang bisa meraih simpati kaum perempuan, yang pada umumnya awam. “Padahal mereka tidak sadar, penolakan terhadap poligami sama saja dengan menggugat ajaran Islam itu sendiri,” ujarnya.
Soal RUU Penghapus KS, Dinar menilai, lagi-lagi PSI ingin menjual isu yang menarik pemilih perempuan.
“Padahal RUU ini bermasalah secara filosofi dan juga definisi-definisinya. Cuma karena pengaruh feminisme yang sangat besar, menyebabkan mereka menganggap RUU ini sebagai solusi berbagai masalah kejahatan yang dialami oleh kaum perempuan,” jelasnya.* Antara, SKR