Hidayatullah.com– Komisioner Penanggung Jawab Bidang Kesehatan dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sitti Hikmawatty menyampaikan, industri rokok memang berpotensi sangat tinggi melakukan eksploitasi anak.
Eksploitasi itu ditemukan dari hulu sampai hilir. Eksploitasi di tingkat hulu, kata Sitti mencontohkan, seperti orangtua yang melibatkan anak-anak bekerja di pertanian tembakau.
Baca: KPAI: CSR Industri Rokok Topeng Eksploitasi Anak Terselubung
“Pelibatan anak-anak ini bahkan kerap mengorbankan hak bermain mereka, hak tumbuh kembang secara optimal, kemudian hak pendidikan, dimana di masa-masa panen mereka seringkali diminta untuk tidak sekolah karena harus ikut memanen, melinting tembakau dan seterusnya. Ini bagian-bagian eksploitasi yang mungkin jarang diungkapkan,” ungkapnya dalam jumpa pers di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, pada Kamis (14/02/2019).
Sedangkan eksploitasi di tingkat hilir, lanjut Sitti, anak-anak dijadikan target media pemasaran.
“Tidak ada iklan rokok yang ditujukan untuk mereka yang sudah berusia di atas 60 atau 70 tahun. Semua iklan rokok pasti ditujukan untuk generasi muda,” katanya.
Menurutnya, sudah sangat urgen melindungi anak dari eksploitasi.
Baca: YLA Desak Djarum Foundation Hentikan ‘Eksploitasi Anak’
Karenanya, KPAI mendorong pemerintah untuk meneguhkan komitmennya kembali dalam upaya perlindungan anak, dengan bekerja sama dengan pihak terkait untuk melakukan penertiban dan dilanjutkan dengan pemberian sanksi kepada industri rokok yang jelas-jelas melakukan eksploitasi anak mulai dari hulu ke hilir.
“Kami sering sekali kesulitan memberikan pengarahan kepada kelompok-kelompok pertanian yang kecil karena didukung oknum-oknum pemerintah daerah,” ujar Sitti.
Baca: YLA duga Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis Eksploitasi Anak
KPAI, kata Sitty, mendukung pengesahan kebijakan peraturan termasuk UU mengenai produksi rokok agar lebih melindungi kepentingan terbaik anak, termasuk tidak memberi perlakuan khusus pada rokok. Sebagaimana dalam UU Penyiaran, tuturnya, rokok dikecualikan dari NAPZA.
“Padahal dalam definisi operasional NAPZA dijelaskan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif, rokok masuk ke sana,” jelasnya.
Yang terakhir, KPAI meminta pemerintah tidak menjadikan pajak rokok sebagai upaya penyelesaian kemelut penyelenggaraan jaminan kesehatan. Sebab berakibat kebingungan publik.
“Antara yang baik dan tidak baik dipersamakan,” tutupnya.* Andi