Hidayatullah.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menjadi sorotan. Setelah cibiran dan kritik terhadap Panitia Seleksi (Pansel) calon pimpinan (capim) KPK yang belum juga tenang, kini mencuat isu rencana pemangkasan kewenangan KPK lewat revisi undang-undang terkait KPK.
Parlemen di Senayan dituding melakukan operasi “senyap” terkait rencana merevisi RUU Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan, diduga upaya itu sarat dengan transaksi kepentingan politik di ujung periode DPR tahun ini.
Menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), revisi UU KPK yang menjadi RUU usulan inisiatif DPR untuk segera dibahas bersama Pemerintah melanggar hukum.
PSHK menilai, revisi UU KPK tidak termasuk RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2019, yang sudah disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah.
Menurut Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK, Fajri Nursyamsi, Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa penyusunan RUU dilakukan berdasarkan Prolegnas. Ketentuan tersebut sudah diatur lebih teknis dalam Tata Tertib DPR.
Sebelum ini, Ketua KPK Agus Rahardjo menilai lembaga antirasuah tersebut sedang di ujung tanduk. Masalah paling krusial yang sedang dihadapi antara lain Pansel Capim KPK karena menghasilkan calon yang masih meragukan. Kemudian, Sidang Paripurna DPR yang menyetujui revisi Undang-Undang KPK menjadi RUU Inisiatif DPR.
PSHK menyesalkan sikap DPR RI yang dinilai tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Termasuk ketentuan internal kelembagaannya sendiri, yaitu Tata Tertib DPR.
“Karenanya, kami mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, untuk tidak mengirimkan Surat Presiden (Supres), sehingga proses pembahasan tidak dapat dilanjutkan,” ujar Fajri di Jakarta, Kamis kutip INI-Net, Jumat (06/09/2019).
Menurutnya, Jokowi harus fokus terhadap RUU yang sudah masuk sebagai prioritas dalam Prolegnas 2019. Termasuk RUU yang sudah disepakati bersama DPR sebelumnya.*