Hidayatullah.com– Aliansi Cerahkan Negeri (ACN) mengingatkan Komisi VIII DPR RI agar tidak main-main terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang sedang dibahas DPR RI dan telah masuk Prolegnas 2019.
ACN mengingatkan bahwa RUU P-KS tersebut masih bermasalah dalam hal judul dan secara filosofis. Oleh karena itu, RUU P-KS, tegasnya, jangan tiba-tiba disahkan oleh DPR.
“RUU P-KS masih bermasalah dalam hal judul dan tataran filosofisnya, ini sangat prematur jika DPR memaksa untuk disahkan. Kami mengingatkan, Komisi VIII jangan coba main kucing-kucingan. Sembunyi-sembunyi mengadakan pembahasan dengan pihak lain, lalu ketok palu di saat injury time,” ujar Rey Armero dari ACN dalam siaran persnya diterima hidayatullah.com di Jakarta, Jumat (20/09/2019).
Hal tersebut sebelumnya telah disampaikan Rey Armero sebagai perwakilan ACN kepada anggota Komisi VIII DPR RI dalam audiensi di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/09/2019).
Dalam audiensi tersebut, Komisi VIII DPR RI yang diwakili oleh Saras Rahayu, kata Rey, menyatakan bahwa RUU P-KS belum sama sekali dibahas, Daftar Inventaris Masalah (DIM) belum sama sekali dibuka. “Jadi bagaimana bisa kami akan mengesahkannya dalam sisa waktu DPR periode ini,” ujarnya sebagaimana keterangan ACN.
Audiensi bersama Komisi VIII ini terjadi saat kedua massa pro dan kontra RUU P-KS sama-sama melakukan unjuk rasa di depan gedung DPR-MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/09/2019).
Menurut Rey, dari pihak pro RUU P-KS hadir Fatayat NU, Basis Komunitas, Forum Pengada Layanan (FPL) dan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Sedangkan dari pihak Kontra RUU P-KS diwakili oleh ACN, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK), Indonesia Tanpa JIL (ITJ), SALAM UI, dan Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA).
Dalam audiensi tersebut, setelah mendengar uraian pendapat dari pihak pro dan kontra, Endang dari Fraksi Partai Golkar mengatakan, saat masyarakat berpolemik terkait dengan adanya sebuah RUU, maka ini harus dikaji lebih dalam. Karena, katanya, ketika RUU P-KS ini disahkan maka akan berlaku mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia. “Jadi, RUU P-KS ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat,” ujarnya sebagaimana keterangan ACN.
Sikap anggota Komisi VIII tersebut, terang Rey, bertentangan dengan penyataan Ketua Panja Komisi VIII Marwan Dasopang, seperti yang dikutip salah satu media online nasional (19/09/2019) dengan judul ‘DPR Janji Tuntaskan’. Marwan mengatakan, “Kami masih mengagendakan RUU P-KS disahkan di rapat paripurna DPR pada hari terakhir masa jabatan, yakni pada 24 September 2019.”
Sementara itu, secara terpisah, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan setidaknya ada tiga hal yang selama ini menjadi perdebatan panitia kerja RUU P-KS.
Pertama, perdebatan mengenai judul. Kedua, adalah perdebatan soal definisi, yang menurut dia masih mengganjal karena bermakna ganda.
“Teman-teman anggota panja menganggap bermakna ambigu. Kalau dipahami sebaliknya bisa menjadi UU ini terlalu bebas,” ujar Marwan di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (19/09/2019) kutip Kompas.com.
Yang ketiga tentang pidana dan pemidanaan. Marwan mengatakan, banyak anggota panja yang keberatan bila Undang-Undang ini bertentangan dengan undang-undang induk atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Panja akan berkonsultasi dengan Komisi III yang menangani KUHP. Hasilnya ada sembilan poin pemidanaan yang sudah masuk ke dalam KUHP. Seperti pemerkosaan dan perzinaan. Komisi III, kata Marwan, menyarankan Komisi VIII untuk menunggu RKUHP disahkan di rapat paripurna.
Marwan mengatakan, kalau urusan pidana ini selesai maka tinggal tersisa dua masalah yakni judul dan definisi. “Yang dikhawatirkan adalah judul dan definisi menjadi liberal atau membolehkan pintu masuk LGBT bisa ditutup.”
Sementara menunggu, kata Marwan, ia membagi cluster antara persoalan pidana dan pemidanaan yang terus berpolemik, dengan persoalan rehabilitasi, perlindungan, dan pencegahan dalam RUU P-KS. Menurutnya, persoalan rehabilitasi sudah disetujui oleh seluruh anggota panja. “Saya sebagai ketua panja kalau membiarkan ini berdebat terus memang tak akan ada titik temu.”*