Hidayatullah.com– Potensi zakat di Indonesia yang bisa dikelola sangat besar, kata Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Wapres menyebut, potensi zakat diprediksi mencapai Rp 230 triliun. Dari potensi yang sangat besar ini, baru 3,5 persen atau sekitar Rp 8 triliun yang bisa dikelola.
“Itu artinya, masih sangat besar potensi zakat yang belum terkelola,” ujar Wapres Ma’ruf pada pertemuan tahunan dan konferensi internasional World Zakat Forum (WZF) Tahun 2019, di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (05/11/2019).
Wapres mengaku mendapat laporan bahwa dalam lima tahun terakhir pengumpulan zakat nasional Indonesia tumbuh sekitar 24 persen.
Hal ini berarti bahwa masih sangat besar potensi zakat yang belum terkelola, katanya.
Menurut Wapres, berbagai upaya perlu untuk terus dilakukan, seperti meningkatkan kesadaran masyarakat wajib zakat (muzakki) dengan cara-cara yang lebih baik.
Lalu, penggunaan teknologi informasi berbasis digital dalam pengelolaan zakat, sehingga menumbuhkan kepercayaan yang semakin tinggi dari muzakki.
“Juga dapat menggunakan event-event tertentu yang cukup popular untuk menyampaikan pesan mengenai zakat,” ujarnya kutip Antaranews.
Berdasarkan laporan yang diterima oleh pihaknya, diketahui bahwa dalam lima tahun terakhir pengumpulan zakat nasional tumbuh sekitar 24 persen.
“Meskipun telah bertumbuh cukup baik, tapi perlu untuk dilakukan terobosan agar lebih baik lagi, karena masih sangat jauh dari potensi zakat yang ada,” ujar Wapres.
Baca: Wapres: Pemerintah Akan Perkuat Lembaga Keuangan Syariah
Menurut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesa itu, selama ini tata kelola pengumpulan, pengelolaan, dan penyaluran zakat yang dilakukan oleh badan amil zakat dan lembaga amil zakat sudah cukup baik.
Namun ke depannya, tambah dia, apa yang telah dilakukan saat ini harus dipacu agar lebih baik lagi.
“Tata kelola manajemen yang baik merupakan kunci utama dalam mendorong peningkatan upaya pengumpulan zakat,” sebutnya.
Menurus Wapres, perbaikan tata kelola ini bisa melalui penyempurnaan sistem manajemen, peningkatan kapasitas pengelola, serta sistem monitoring, dan evaluasi yang baik.
Di samping itu, tambahnya, Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) pun perlu terus melakukan inovasi dari sisi penyaluran zakat, agar zakat tidak hanya sekadar diterima.
BAZ dan LAZ katanya juga harus mampu mendorong pemberdayaan masyarakat, peningkatan produktivitas, hingga pada akhirnya bisa memberikan kontribusi bagi pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Wapres mencontohkan sejumlah langkah, seperti kerja sama dengan dunia usaha, pengembangan UMKM, dan pengembangan kapasitas penerima zakat.
“(Itu) beberapa contoh yang bisa dilakukan,” imbuhnya.
Baca: Rakernas BMH, Kuatkan Platform Zakat yang Inovatif, Efektif, Efisien
Terkait itu, kata Wapres banyak muzakki menginginkan agar pengalokasian zakatnya diutamakan untuk mustahiq yang berada di daerah sekitar rumah tinggalnya.
“Tuntutan ini harus segera dicarikan jalan keluar. Sebab Maqashidus Syariah dari kewajiban zakat adalah membantu masyarakat terdekat yang kurang mampu,” sebutnya.
Menurut Wapres, para ulama membolehkan zakat dikelola oleh badan tersendiri yang ditunjuk oleh negara sebab badan itu diyakini mengetahui dengan pasti siapa saja kelompok yang paling berhak untuk menerima zakat, terutama yang tinggal di area terdekat muzakki.*